BRIEF.ID – Produser film dari Leo Pictures, Agung Saputra, membeberkan alasannya mengangkat novel Bila Esok Ibu Tiada ke layar lebar.
Dalam Talkshow “Dibalik Layar Bila Esok Ibu Tiada” yang diselenggarakan Netralnews.com, Selasa (19/11/2024), Agung Saputra menuturkan sudah lama ingin mengangkat kisah tentang sosok ibu.
Hal itu, berangkat dari rasa cinta kepada ibunya yang sangat besar. Agung kemudian mengutarakan niatnya untuk membuat film dengan tema sentral tokoh ibu, dan melakukan riset bersama tim produksi di Leo Pictures.
Dari hasil riset, Agung menemukan novel Bila Esok Ibu Tiada karya Nagiga Nur Ayati atau akrab disapa Nuy Nagiga dan langsung jatuh cinta setelah membaca kisahnya. Dia kemudian menghubungi Nuy Nagiga.
“Saya kontak Mbak Nuy, ternyata lagi di Tanah Suci, jadi setelah beliau kembali baru kami bertemu untuk membahas soal skenario film karena novel Bila Esok Ibu Tiada terdiri dari 10 kumpulan cerita,” kata Agung.
Agung dan tim penulis kemudian merangkum kumpulan cerita Bila Esok Ibu Tiada menjadi kisah sebuah keluarga, yang terdiri dari Bapak, Ibu, dan 4 orang anak.
Melalui film Bila Esok Ibu Tiada, Agung berharap, masyarakat Indonesia khususnya anak-anak akan lebih mencintai dan perhatian kepada orang tua, khususnya ibu.
“Mudah-mudahan setelah menonton fim Bila Esok Ibu Tiada, semua anak-anak akan lebih mencintai dan perhatian sama orang tua khususnya ibu, dan bisa hidup rukun, tidak bertengkar, karena hal itu membuat sedih hati orang tua,” kata Agung.
Berikut Sinopsis film Bila Esok Ibu Tiada:
Cerita ini dimulai dengan kematian Haryo (Slamet Rahardjo), sang kepala keluarga, yang meninggalkan seorang istri, Rahmi (Christine Hakim), dan empat anaknya: Ranika (Adinia Wirasti), Rangga (Fedi Nuril), Rania (Amanda Manopo), dan Hening (Yasmin Napper).
Kepergian Haryo meninggalkan luka mendalam bagi keluarga ini, terutama bagi Rahmi yang harus menghadapinya sendirian. Sebagai anak sulung, Ranika merasa wajib untuk menggantikan peran ayahnya dan menjadi tulang punggung keluarga.
Ranika berusaha mengendalikan segalanya demi kebaikan keluarga, tetapi caranya yang keras justru menambah beban bagi adik-adiknya.
Sikap Ranika yang otoriter terhadap adik-adiknya yang justru menambah ketegangan dalam keluarga tersebut. Hubungan kakak beradik itu menjadi renggang dan penuh ketegangan.
Di tengah situasi ini, masalah demi masalah muncul, semakin memperumit keadaan. Rangga, yang belum memiliki pekerjaan, semakin merasa rendah diri dan kesal pada Ranika, lalu menganggapnya sebagai “pahlawan kesiangan” yang terlalu mengatur.
Hening, si bungsu, ketahuan menjalin hubungan asmara secara diam-diam, dan Rania malah terlibat konflik dengan Ranika karena dekat dengan temannya.
Ketidakharmonisan di antara anak-anaknya ini berdampak pada kesehatan Rahmi. Kondisi fisiknya yang semakin lemah membuat keluarganya cemas.
Saat Rahmi mengalami masa kritis, dia berharap keempat anaknya akan mampu memenuhi keinginan terakhirnya untuk hidup rukun bila ia tiada.