BRIEF.ID – Pada periode perdagangan sepanjang pekan ini, yaitu tanggal 12-16 Juni 2023, pasar global diprediksi bakal menghadapi dua peristiwa ekonomi penting, yang bersumber dari negara adi daya ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS).
Pertama, pada Selasa (13/6/2023), akan diumumkan data inflasi untuk bulan Mei 2023 yang diperkirakan secara tahunan akan bergerak naik antara 4,0% hingga 4,1% vs inflasi 4,9% di bulan April.
Pelemahan cukup dramatis pada data laju inflasi bulan Mei 2023 diperkirakan akan terjadi karena melemahnya harga bahan bakar minyak (BBM) di AS, yang selama bulan Mei turun rata-rata 2,1%.
Sedangkan inflasi inti secara tahunan di bulan Mei diperkirakan akan melemah ke kisaran antara 5,2% dan 5,3% dari inflasi inti bulan April 2023 yang berada di posisi 5,5%. Sebagai catatan, inflasi inti di AS tidak menyertakan harga dengan volatilitas tinggi seperti BBM, listrik, dan pangan.
Masih tingginya inflasi inti, di atas 5% vs suku bunga Federal Funds Rate (FFR) di 5,25% diperkirakan bakal terjadi karena tingginya harga mobil bekas.
Potensi melemahnya data inflasi di AS pada bulan Mei 2023, tentunya telah menimbulkan harapan bahwa bank Sentral AS, The Federal Reserve tidak akan lagi menaikkan suku bunga FFR saat digelar rapat pada 13-14 Juni 2023 atau sehari setelah pengumuman data inflasi. Suku bunga FFR kini berada pada angka 5,25%.
Ada probabilitas bahwa The Fed akan menghentikan kenaikan suku bunga yang kini sudah mencapai 71%.
Faktor lain yang diperkirakan akan mendukung The Fed menghentikan kenaikan suku bunga adalah naiknya angka pengangguran di AS dari 3,5% menjadi 3,7%.
Di sisi lain, kinerja indeks S&P yang sudah naik 20% dari angka terendahnya di bulan Oktober 2022 juga diperkirakan akan memberikan insentif bahwa periode bearish pasar saham Wall Street sudah berakhir.
Tidak Ada Kenaikan Suku Bunga
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) yang sudah “berjanji” untuk tidak lagi menaikkan suku bunga sampai akhir tahun 2023 akan menggelar rapat bulanan untuk menentukan kebijakan suku bunga pada 21-22 Juni 2002. Rapat digelar seiring semakin melandainya laju inflasi dalam negeri. Suku bunga acuan tujuh hari gadai saat ini berada pada angka 5,75%.
Secara keseluruhan, jika inflasi AS terus melambat dan The Fed tidak menaikkan suku bunga, investor bursa bisa berharap banyak dari tiga indeks utama Wall Street yang diprediksi akan kembali ke jalur bullish, yang tentunya juga menandakan bahwa ekonomi AS dan global sedang dalam proses recovery.
Pada periode recovery ekonomi, diperkirakan harga emas yang selama ini dijadikan andalan lindung nilai di tengah kekhawatiran akan terjadinya resesi global, berpotensi melemah atau terkoreksi.
Absennya kenaikan suku bunga FFR dan membaiknya perkonomian global sejatinya atau seharusnya akan melemahkan mata uang dolar AS. Pelemahan dolar AS berpotensi meningkatkan permintaan terhadap komoditas, karena komoditas akan terlihat lebih murah dalam denominasi dolar AS.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini diperkirakan akan bergerak antara support flow 6624-6596 dan resistance flow 6761-6824.
Penulis: Edhi Pranasidhi/Pengamat Pasar Modal & Founder Indonesia Superstock Community
No Comments