Jakarta, 27 Maret 2019 – Sedikitnya 100 ekonom perempuan menilai Indonesia membutuhkan pembangunan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Meski dalam empat tahun terakhir sudah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, yaitu diatas 5%, sehingga dibutuhkan perubahan struktur ekonomi yang terkait dengan peran infrastruktur industri dan pendalaman sektor keuangan.
Hal tersebut terungkap dalam Diskusi 100 Ekonom Perempuan Memandang Indonesia Ke Depan, yang dihadiri sekitar 200 peserta, baik itu ekonom, pengusaha, akademisi, profesional, dan LSM di Hotel Century, Jakarta, Selasa (26/3),
100 ekonom dan sejumlah pengusaha tidak hanya bicara ekonomi 2019 tetapi lebih pada apa dan bagaimana mengoptimalkan potensi ekonomi Indonesia dalam jangka menengah untuk tumbuh tinggi dan inklusif. Sepuluh ekonom perempuan diantaranya menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, yaitu:
Hendri Saparini (Ekonom Core Indonesia), Amalia Adininggar (Ekonom Bappenas), Aviliani (Ekonom Senior Indef), Denni P. Purbasari (Ekonom KSP), Ninasapti Triaswati (Ekonom UI), Masyita Crystallin (Ekonom Bank DBS), Enny Sri Hartarti (Ekonom ISEI), Destry Damayanti (Ekonom LPS), Asfi Manzilati (Ekonom Unbraw), Moekti P. Soejachmoen (Ekonom Mandiri Institute)
Menurut ekonom senior Core Indonesia Hendri Saparini, kualitas pertumbuhan ekonomi biasanya diiringi dengan beberapa indikator dari aspek sosial ekonomi, misalnya tingkat kemiskinan, jumlah pengangguran, hingga rasio gini. Indikator lain yang juga menentukan kualitas pertumbuhan ekonomi adalah perubahan struktur ekonomi yang berkaitan erat dengan peran sektor industri sebagai motor penggerak perekonomian.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun akan berada di kisaran 5% – 5,4%, dan titik tengahnya ada di 5,2%.
“Intinya pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mampu mengoptimalkan semua potensi sektoral untuk menjadikan Indonesia segara produsen, yang didukung oleh potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang kuat dan memanfaatkan teknologi untuk mendorong semua potensi yang dimiliki,” jelasnya.
Hal senada dikatakan Amalia A. Widyasanti, ekonom Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), jika ada perubahan struktur ekonomi, maka tidak ada keraguan pertumbuhan ekonomi itu berkualitas. Untuk itu reformasi struktural ekonomi menjadi sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan tumbuh berkelanjutan.
“Ekonomi Indonesia tidak bisa bergantung kepada perkembangan ekonomi global, sehingga diperlukan penguatan ekonomi domestik. Caranya, dengan mereformasi struktur ekonomi, teknologi dan kualitas SDM,” jelasnya.
Faktor lain yang penting dalam menunjukan kualitas pertumbuhan ekonomi, menurut ekonom Bank DBS Masyita Crystallin, adalah stabilitas harga kebutuhan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir ini. Inflasi hanya berkisar 3%-3,5 persen, bahkan Maret tahun ini hanya 2,47%. “Jadi pertumbuhan cukup baik, tingkat pengangguran turun, tingkat kemiskinan turun, gini rasio turun, inflasi juga turun. Ini menunjukkan bahwa perekonomian nasional sudah on the track.”
Menurut Hendri, Indonesia meski mempunyai pertumbuhan ekonomi yang relatif tidak terlalu tinggi, namun termasuk tinggi di antara negara-negara besar dunia. Performa ekonomi yang meyakinkan itu tidak terlepas dari strategi pembangunan infrastruktur yang sudah mulai merata ke seluruh Indonesia.
Masyita menambahkan pemerintah bahkan membangun penyebaran kawasan ekonomi dari barat hingga ke timur, tidak hanya sekadar di Jawa saja, sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur industri. Dengan demikian, ke depan pemerintah sudah meletakan dasar untuk pengembangan perekonomian yang cepat dan lebih merata, yaitu kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, dan kawasan pariwisata strategis nasional.”
Menurut Masyita, konsumsi saat ini masih cukup tinggi, bahkan bisa lebih tinggi dari 5,05 persen, karena pada semester I/2019 konsumsi rumah tangga akan terpengaruh oleh penyelenggaraan Pemilu. “Investasi juga diperkirakan lebih tinggi, tetapi impornya tidak akan setinggi tahun lalu.”
Dia mengingatkan agar pemerintah melakuka diversifikasi struktur ekspor dari kebergantungan terhadap ekspor komoditas, serta meningkatkan ekspor dengan value added yang tinggi. Selain itu juga perlu melakukan revitalisasi sektor manufaktur berorientasi ekspor dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar
Amalia optimis jika kebijakan-kebijakan pemerintah terus berkelanjutan, maka perekonomian Indonesia akan bisa tumbuh dan bertahan diatas 5%. “Hasilnya akan kelihatan, karena masalah efisiensi dan produktivitas dapat dicarikan solusinya. Oleh sebab itu industri logistik distribusi itu akan jadi peluang, karena konektivitas infrastruktur sudah bagus.”
Pendalaman Sektor Keuangan
Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Destry Damayanti mengatakan akses masyarakat Indonesia terhadap jasa keuangan atau inklusi keuangan dinilai masih tertinggal jika dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Filipina. Padahal, sektor jasa keuangan memiliki peran yang penting dalam berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Saat ini Indonesia masih dihadapkan pada masalah pendalaman di sektor jasa keuangan tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stagnan dikisaran 5% membutuhkan upaya untuk mencegah berlanjutnya pemburukan situasi. Dan sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor penting yang berperan di dalamnya.
Oleh sebab itu, tegas Destry, isu pendalaman keuangan menjadi hal penting yang perlu diangkat mengingat kondisi sektor keuangan Indonesia masih didominasi oleh perbankan (115 bank umum dan 1.593 BPR) yang menguasai 77,15% pangsa pasar aset. Sementara pasar modal Indonesia, baik ekuitas, maupun obligasi masih relatif tertinggal dibandingkan negara lain.
“Untuk itu diperlukan perbaikan dari sisi demand (investor), suplly (instrumen), infrastruktur pasar dan kebijakan yang kondusif, serta memperkuat regulasi untuk melindungi hak-hak investor dan jaminan penegakan hukum, serta menyederhanakan perizinan usaha dan investasi keuangan,” jelasnya.
Destry menambahkan upaya pendalaman sektor jasa keuangan perlu terus dilakukan dengan tetap memperhatikan pengelolaan risiko dan stabilitas sistem keuangan. Pendalaman keuangan menjadi sangat penting mengingat peran sektor jasa keuangan sebagai sumber pembiayaan pembangunan, maupun sistem pembayaran yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat.
“Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi ke depan, sektor jasa keuangan dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan investasi sehingga perlu dilakukan upaya inklusi keuangan, baik dari pasar keuangan maupun institusi keuangan,” jelsanya.
Dia menambahkan istilah inklusi keuangan muncul sebagai penegas bahwa pembangunan yang berkualitas pada sektor keuangan tidak hanya berfokus pada aspek kedalaman, namun juga pada keterjangkauan serta efisiensi penyedia jasa keuangan. Meskipun peran dan keberhasilan sektor keuangan dalam menumbuhkan ekonomi berbeda-beda, namun diperlukan sektor keuangan yang efektif dan efisien untuk menumbuhkan perekonomian yang berkualitas
Sementara itu, Asfi Manzilati, ekonom Universitas Brawijaya mengatakan Indonesia merupakan pasar potensial bagi pengembangan ekonomi syariah , pasalnya memiliki populasi penduduk Muslim terbesar di dunia. Oleh sebab itu, perlu upaya untuk semakin mendorong insklusi keuangan syariah bagi masyarakat.
Perkembangan bisnis dan industri keuangan syariah di Indonesia terus berkembang, ditandai dengan hadirnya berbagai institusi keuangan syariah. Di antaranya perbankan syariah, takaful, koperasi syariah dan pasar modal syariah, baik secara konvensional, maupun melalui media teknologi dan digital.
Karena di era ekonomi digital, menurut Moekti ekonom Mandiri Institute, mempersiapkan infrastruktur sumberdaya manusia menjadi keharusan seperti dana analyst, data scientist, big data expert. Selain juga meningkatka literasi masyarakat dalam transaksi ekonomi digital dalam koridor roadmap e-commerce dan financia technology (fintech).
No Comments