BRIEF.ID – Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengapresiasi komitmen Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo – Mahfud MD untuk menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia.
Manajer Program Pemulihan IKOHI, Sri Hidayah menyebut, baru pasangan Ganjar – Mahfud yang berbicara dan memiliki komitmen menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Sri Hidayah yang akrab disapa Hidha mengatakan, ada kekecewaan berat dari para aktivis HAM ketika pemerintah secara langsung atau tidak langsung mendukung Capres Nomor Urut 02 Prabowo Subianto, yang selalu dikaitkan dengan pelanggaran HAM, saat aktif di militer. IKOHI sudah berusaha menyuarakan keadilan bagi keluarga korban kepada Paslon Capres-Cawapres Nomor Urut 1 dan 3.
“Saat Pak Ganjar berkampanye selalu ada Alam. Dan, waktu kampanye kami selalu membawa spanduk, selalu membawa poster-poster yang berisi soal penyelesaian kasus, penuntasan kasus, dan memang baru Paslon Nomor 03 yang ngomongin soal itu,” ujar Hidha.
Dia juga menyoroti rekam jejak Mahfud MD, yang memiliki concern menyelesaikan masalah bangsa. Bahkan Mahfud saat menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) sudah menyelesaikan masalah itu secara non-yudisial.
“Terutama, Pak Mahfud MD yang sebelumnya sebagai tim untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Pak Mahfud juga berupaya menyelesaikan pelanggaran HAM secara non-yudisial karena memang selama ini secara yudisial istilahnya mandeg,” ujarnya.
Merespon Momentum
IKOHI, pada Minggu (11/2/2024) menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta dengan membacakan doa dari ibu-ibu yang anaknya merupakan aktivis, dan menjadi korban penculikan yang sampai kini belum diketahui keberadaannya.
Aksi itu bukan aksi biasa. Para aktivis HAM yang diinisiasi IKOHI ingin merespon momentum Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Di mana doa dari para ibu korban tersebut dipanjatkan untuk meminta keselamatan bangsa dari capres pelanggar HAM.
“Banyak kekhawatiran dari masyarakat yang aware dengan masalah HAM dan terutama dari para keluarga korban. Misalkan nanti sampai negeri ini dipimpin oleh capres pelanggar HAM, kasus-kasusnya ini jadi malah semakin tidak terang. Sekarang saja masih belum diselesaikan, apa lagi kalau misalkan benar-benar nanti dipimpin pelanggar HAM. Makanya kami berusaha keras untuk memperjuangkan agar jangan sampai di Indonesia ini dipimpin oleh seorang yang memang punya rekam jejak kelam pelanggar HAM,” tegasnya.
Di sisi lain, kata dia, masa kampanye saat ini sudah memasuki masa tenang. Oleh karena itu, upaya yang bisa dilakukan adalah memanjatkan doa bersama menyangkut nasib bangsa ke depan.
“Karena kami meyakini bahwa doa ibu yang merasakan pedih, merasakan sedihnya kehilangan keluarganya, insya Allah di dengar gitu. Bagaimana nanti Indonesia ini akan bisa lebih baik kalau misalkan yang menjadi presidennya tidak aware dengan soal-soal penuntasan kasus HAM,” lanjutnya menekankan.
Dia menyebut alasan kenapa doa bersama dilakukan di depan Istana Merdeka. Sebab istana memang menjadi simbol kekuatan negara.
“Mau di mana lagi kalau bukan di istana. Ini adalah bentuk protes. Memang protes juga harapan. Kita semua memang harus tetap memelihara harapan itu. Supaya perjuangan kita tetap berjalan,” kata dia.