BRIEF.ID – Ide pembentukan Presidential Club oleh presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto, dikhawatirkan akan mengebiri fungsi check and balance terhadap pemerintah.
Menurut peneliti politik di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri, pembentukan Presidential Club merupakan upaya Prabowo untuk memperkuat legitimasi pemerintahannya pada 5 tahun ke depan.
Sejauh ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikabarkan merespon positif gagasan itu. Sedangkan, Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri belum berkomentar.
Aisah menilai, jika gagasan Presidensial Club yang diusung Prabowo mendapat dukungan Megawati, hal itu akan mengebiri check and balance terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran, sekaligus menghilangkan oposisi karena akan terbentuk “koalisi gendut.”
“Jadi, tidak ada kekuatan oposisi yang secara signifikan bisa menjadi penyeimbang, menjadi pengawas, dan pada akhirnya memudahkan pembuatan kebijakan sesuai orientasi pemerintahan tanpa checks and balances yang kuat dari oposisi,” kata Aisah, seperti dikutip BBC, di Jakarta, Rabu (8/5/2024).
PDI Perjuangan adalah partai pemenang Pemilu 2024, dengan perolehan suara terbanyak di bawah kepemimpinan Megawati selaku Ketua Umum (Ketum). Apalagi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasional Demokrat (NasDem), yang sebelumnya mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024, secara terang-terangan menyatakan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Pada pemilu legislatif 2024, persentase perolehan suara PDI Perjuangan menyentuh 16,72%, sementara suara PKB dan NasDem masing-masing mencapai 10,61% dan 9,65%.
“Masuknya partai bersuara besar pasti signifikan pengaruhnya ke kekuatan politik koalisi pemerintah. Prabowo akan punya dukungan politik besar di parlemen,” ujar Aisah.
Aisah mengatakan, bila berhasil merangkul Megawatti, Prabowo dipastikan dapat menjalankan kebijakan pemerintahannya tanpa perlawanan berarti di parlemen.
Dia khawatir apa yang disebut Presidential Club ujung-ujungnya akan menjadi “klub elite para sultan” yang memunculkan “oligarki politik luar biasa” yang dapat merugikan demokrasi Indonesia.
“Kalau kemudian ada presidential club, di mana ini menjadi [tempat berkumpul] leader politik yang penting di level nasional maupun lokal, itu bisa jadi berbahaya, karena semakin mengkristalkan kekuatan oligarki,” ujar Aisah.
Dia menambahkan, ide ini akan sangat bergantung pada sikap Megawati. Artinya, kuncinya ada di tangan Megawati, apakah bersedia rujuk dengan SBY dan Jokowi, atau setia pada posisi oposisi.
“Kalau PDI Perjuangan bertahan di posisi opisisi, maka fungsi checks and balances terhadap pemerintah bisa berjalan lebih baik,” ungkap Aisah.
Mendengar Masukan
Ide Presidential Club muncul dari pernyataan Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo Subianto. Menurutnya, Prabowo ingin mendengar masukan dari para mantan presiden, baik Jokowi, maupun SBY, dan Megawati.
Masukan dari Jokowi, SBY, dan Megawati disebut penting, apalagi mengingat pengalaman panjang ketiganya. Diskusi kelompok elit ini diharapkan bisa memberi contoh baik bahwa para pemimpin tetap bersatu untuk kepentingan bangsa dan negara.
Dari pertemuan dan diskusi rutin di Presidensial Club, lanjutnya, Prabowo berharap dapat menjaga semangat keberlanjutan, semangat persatuan, mengungat tantangan Indonesia ke depan tidak mudah.
Meski baru mencuat seminggu terakhir, wacana pembentukan klub kepresidenan sesungguhnya telah Prabowo sampaikan berulang kali kepada para kader Partai Gerindra dalam 10 tahun terakhir.
Sementara itu, Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden Jokowi, mengatakan penting bagi presiden yang tengah menjabat dan seluruh mantan presiden untuk bersilaturahmi.
Hal itu pula yang dilakukan Presiden Jokowi yang selalu menjaga silaturahmi dengan mantan presiden, mantan wapres, dan tokoh-tokoh bangsa.
Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengatakan ide Presidential Club “belum jelas”. Dia menilai komunikasi presiden dengan presiden sebelumnya sebaiknya dilangsungkan secara individu daripada dikumpulkan bersama-sama.
“Jika Pak Prabowo ingin berkonsultasi dan berbagi pandangan kebangsaan dan kenegaraan dengan Ibu Megawati, pastinya setiap saat bisa diagendakan,” ungkap Masinton. (Jeany Aipassa)
No Comments