BRIEF.ID – Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda Citra Yusgiantoro mengapresiasi langkah strategis pemerintah menerapkan kebijakan hilirisasi subsektor minerba di Tanah Air. Kebijakan itu dinilai sebagai langkah progresif untuk meningkatkan nilai tambah produk mineral dan batubara.
Selama ini, subsektor minerba telah memberikan kontribusi besar bagi pendapatan negara melalui pajak, royalti, dan dividen dari perusahaan pertambangan.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pertumbuhan kinerja positif subsektor minerba dan batubara dengan produksi batubara mencapai 668 juta ton atau 98% produksi tahun 2023, berkontribusi positif bagi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp 152,16 triliun atau 178% dari target APBN.
“Pendapatan dari subsektor minerba dan batubara digunakan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan proyekproyek pembangunan lainnya,” kata Filda di Jakarta, Senin (11/4/2024).
Ia mengatakan, pada pertengahan Maret 2024, PYC telah menerbitkan Laporan Singkat berjudul “Strategi Kebijakan Hilirisasi Migas dan Minerba yang Efektif untuk Indonesia” yang melibatkan 3 peneliti. Mereka adalah Akhmad Hanan, Mayora Bunga Swastika, dan Hidayatul Mustafidah Rohmawati.
Penelitian itu focus pada kebijakan hilirisasi migas dan minerba yang kini menjadi fokus utama pemerintah untuk mengoptimalkan sumber daya alam. Laporan ini juga mengevaluasi tahapan hilirisasi dari sektor minyak bumi, gas alam, mineral, hingga batubara dengan menggunakan metodologi Political, Economic, Social, Technological, Environment, and Legal (PESTEL) dan konsep efek trickle down.
Filda mengungkapkan, pemerintah telah menetapkan UU Nomor 6 tahun 2023 mengenai Pemberlakuan Perppu Nomor 2 tahun
2022 (UU Ciptakerja/Omnibus Law). Pada pasal 128A dijelaskan mengenai IUP dan IUPK yang melakukan hilirisasi batubara, royalti batubara turun menjadi 0%. UU Ciptakerja dan UU Minerba Tahun 2020 telah menyederhanakan proses perizinan, memberikan kepastian bagi investor, dan mempermudah berbisnis di sektor pertambangan.
Ia juga mengapresiasi kebijakan pemerintah yang terus meningkatkan pengawasan kepada para pelaku usaha dengan memberlakukan sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak aktif, serta menyesuaikan Kembali sanksi bagi yang tidak mematuhi kewajiban lingkungan.
Pemerintah terus berusaha meningkatkan nilai tambah bahan tambang dengan menghentikan ekspor beberapa bahan mentah seperti timah, nikel, bauksit, dan alumina. Pada 1 Januari 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara khusus melarang ekspor nikel dengan kadar di bawah 1,7.
Indonesia juga melarang ekspor bauksit mentah pada Juni 2023. Meskipun kebijakan ini digugat Uni Eropa pada tahun 2022 dan mengalami kekalahan di WTO, Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pada program hilirisasi bahan tambang.
Pemerintah mengajukan banding terhadap keputusan WTO pada 12 Desember 2022, namun proses banding tertunda karena kekosongan posisi hakim di badan banding. Karena kondisi itu, Indonesia diuntungkan karena kebijakan hilirisasi nikel tetap berlanjut sebelum adanya keputusan final di tingkat banding.
Kebijakan pengolahan lebih lanjut industri mineral logam Indonesia saat ini fokus pada lima komoditas, yaitu bijih tembaga, bijih besi dan pasir besi, bijih nikel, bauksit, monasit, serta sumber daya potensial lainnya seperti logam tanah jarang (mineral kritis).
No Comments