BRIEF.ID – Harga minyak sawit mentah (CPO) diperkirakan akan naik tajam seiring dengan langkah Indonesia memperluas program biodiesel nasional, yang berpotensi memperketat pasokan ekspor dari produsen terbesar di dunia tersebut dan memperdalam tekanan pasokan global.
Sebagaimana dilansir dari Bloomberg, Indonesia sebagai pemimpin dunia dalam pengembangan bahan bakar nabati berencana mengalihkan lebih banyak stok minyak sawit untuk memperluas mandat campuran biodiesel dari 40% menjadi 50% pada paruh kedua tahun depan. Program ini, dikenal dengan sebutan B50, merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menekan impor bahan bakar fosil sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.
Namun, inisiatif tersebut—di tengah pertumbuhan produksi yang stagnan—diperkirakan akan mendorong kenaikan harga minyak nabati dunia, mengubah aliran perdagangan global, bahkan dapat memicu inflasi pangan jika pembeli harus beralih ke alternatif yang lebih mahal.
Saat ini, harga minyak sawit—yang digunakan dalam berbagai produk mulai dari cokelat hingga kosmetik—berfluktuasi di tengah meningkatnya stok dan ketidakpastian permintaan. Hingga kini, harga CPO tercatat turun sekitar 6% sepanjang tahun menjadi 4.145 ringgit (sekitar Rp16 juta) per ton.
Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, apabila pemerintah melanjutkan penerapan program B50, harga CPO berpotensi naik hingga 5.000 ringgit per ton pada periode Januari–Juni tahun depan.
“Kebijakan ini kemungkinan akan diikuti dengan kenaikan pungutan ekspor, yang pada akhirnya akan berdampak pada petani kecil,” ujarnya kepada Bloomberg News menjelang konferensi industri sawit di Bali pekan ini.
Dari sisi global, kebijakan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya pasokan ekspor Indonesia karena pemerintah akan lebih memprioritaskan kebutuhan biodiesel dalam negeri. Matthew Biggin, analis komoditas senior di BMI, mengatakan langkah ini akan memaksa sejumlah negara pengimpor utama seperti India dan Tiongkok mencari sumber pasokan alternatif.
“Diperlukan intervensi pemerintah untuk memastikan produksi biodiesel dalam negeri diprioritaskan di atas ekspor. Hal ini akan memengaruhi pasar-pasar tradisional Indonesia,” kata Biggin.
Waktu penerapan kebijakan B50 menjadi faktor penting dalam menentukan arah pasar dan akan menjadi salah satu topik utama yang dibahas dalam konferensi Gapki tersebut. Pedagang veteran Dorab Mistry, Direktur Godrej International Ltd., sebelumnya memproyeksikan harga CPO dapat mencapai 5.500 ringgit per ton pada kuartal pertama 2026.
Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan uji laboratorium untuk campuran B50, namun uji jalan untuk keselamatan kendaraan masih menunggu pelaksanaan. Sekretaris Jenderal Gapki, M. Hadi Sugeng Wahyudiono, mengatakan perluasan mandat tersebut dapat meningkatkan penggunaan minyak sawit untuk biodiesel sebesar 25%, sekaligus memangkas ekspor minyak sawit Indonesia menjadi sekitar 26 juta ton pada 2026, dari estimasi 31 juta ton tahun ini.
Selain kebijakan biodiesel, industri juga mewaspadai risiko pasokan akibat cuaca. Fenomena La Niña yang diperkirakan terjadi pada November hingga Februari dapat membawa curah hujan tinggi dan mengganggu proses panen serta produksi sawit. Faktor lain yang juga dapat memengaruhi pasar antara lain kesepakatan perdagangan pertanian antara Tiongkok dan Amerika Serikat, kebijakan biofuel di AS yang dapat membatasi ekspor minyak kedelai, serta tingkat stok minyak nabati lainnya seperti bunga matahari dan kanola.
Selain itu, penyitaan ratusan ribu hektare lahan perkebunan oleh pemerintah Indonesia menimbulkan kekhawatiran akan penurunan produksi nasional tahun depan akibat potensi salah kelola, kata Sahat Sinaga, Pelaksana Tugas Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia.
Dengan berbagai faktor tersebut, prospek harga minyak sawit dunia dinilai akan tetap positif. Jacquelyn Yow, Associate Director Riset di CGS International Securities Group, memperkirakan penerapan penuh B50 dapat dimulai pada Juni tahun depan, yang akan meningkatkan permintaan biodiesel sekitar 1,7 juta ton, menjadikan total konsumsi biofuel Indonesia mencapai 15,6 juta ton, atau sekitar 18% dari konsumsi minyak sawit global, naik dari 17% pada program B40 tahun ini.
“Peningkatan ini akan menciptakan lingkungan pasar yang positif bagi harga minyak sawit,” ujar Yow. (ano)


