Government Shutdown

BRIEF.ID – Dampak  penutupan sementara pemerintahan (Government Shutdown) yang kini berlangsung di Amerika Serikat (AS), dampaknya bagi pasar modal cukup kompleks dan bergantung pada durasi, situasi ekonomi, dan reaksi pelaku pasar.

Investor tidak menyukai ketidakpastian. Shutdown selain menimbulkan kekhawatiran mengenai kemampuan pemerintah mengelola anggaran, juga berdampak signifikan bagi stabilitas ekonomi.

 Volatilitas pasar meningkat dan harga saham cenderung turun, terutama pada sektor-sektor yang sensitif terhadap kebijakan pemerintah,  misalnya pertahanan, pelayanan publik, dan infrastruktur.

Shutdown kerap kali mengindikasikan kebuntuan politik antara pemerintah dan legislatif. Situasi ini menimbulkan persepsi risiko politik yang lebih tinggi sehingga investor asing bisa menarik dananya dari pasar modal di negara tersebut. Bahkan, imbal hasil obligasi negara bisa naik karena meningkatnya risk premium atau imbalan risiko.

Dapat dikatakan bahwa government shutdown menimbulkan banyak ketidakpastian dan volatilitas di pasar modal, meski efeknya sering kali bersifat sementara. Dampak paling serius muncul jika shutdown berlangsung lama atau memicu krisis kepercayaan politik dan fiskal.

Continuing Resolution

Pemerintah Amerika Serikat (AS) hampir mencapai kesepakatan untuk mengakhiri  government shutdown  dengan menerapkan continuing resolution (CR) atau undang undang sementara.

Isi UU sementara itu, seperti misalnya funding atau pendanaan untuk operasional pemerintah AS diperpanjang hingga 31 Januari 2026. UU pendanaan sementara ini juga memprioritaskan anggaran penuh setahun untuk Supplemental Nutrition Assistance Program (SNAP) atau bantuan makanan bagi 42 juta warga miskin. Kebijakan ini ditempuh  untuk mencegah terjadinya pemotongan manfaat, pada November-Desember 2025.

Kemudian, Veterans Affairs (VA).  Kementerian urusan veteran, memastikan layanan kesehatan dan tunjangan veteran tak terganggu. Untuk meloloskan UU pendanaan sementara itu, Senat AS direncanakan melakukan voting,  pada Senin (10/11/2025) malam waktu setempat.

UU pendanaan sementara ini bertujuan untuk mencegah gangguan layanan federal seperti penerbangan, pengiriman pos, dan manfaat sosial.

Government shutdown sejak 1 Oktober 2025  menggerus  biaya sebesar US$ 1 miliar  per hari.

Di sisi lain, persyaratan suara untuk meloloskan UU Pendanaan Sementara atau Jangka Pendek, Senat AS membutuh  minimal 60 suara  dari 100 senator untuk mengatasi filibuster dan memajukan bill ke voting akhir. Ini threshold standar untuk funding bill seperti, meski Partai Republik mempunyai mayoritas 53-47.  Tanpa 60 suara mayoritas, bill akan gagal diloloskan seperti voting sebelumnya.

Jika  lolos di Senat maka akan dibawa untuk divoting di  House of Representatives (DPR) yang memerlukan suara mayoritas, yaitu minimal 218 suara  dari 435 anggota. DPR sudah vote serupa sebelumnya, tapi bill ini butuh kesepakatan kedua kamar (Senat dan DPR) sebelum mendarat ke meja Presiden AS Donald Trump.

Jika lolos di Senat, DPR, dan ditandatangani Presiden Trump maka shutdown akan berakhir hingga 31 Januari 2026. (Edhi Pranasidhi)

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

IHSG Tembus Level 8.400, Investor Cermati Rilis Indeks Keyakinan Konsumen

BRIEF.ID - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa...

Rupiah Menguat Imbas Kekhawatiran Gelombang PHK Lemahkan Dolar AS

BRIEF.ID - Nilai tukar (kurs) rupiah dibuka menguat pada...

Harga Emas Antam Kembali Sentuh Level Rp2.300.000 per Gram di Awal Pekan

BRIEFF.ID - Harga emas batangan PT Aneka Tambang Tbk...

Hari Ini, Prabowo Umumkan Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional

BRIEF.ID –  Presiden Prabowo Subianto, Senin (10/11/2025) akan  mengumumkan...