BRIEF.ID – Lembaga keuangan dan investasi global, Goldman Sachs, menaikkan prediksi harga emas dunia tahun 2025 menjadi US$3.300 per troy ounce, dari proyeksi sebelumnya sebesar US$3.100 per troy ounce.
Prediksi tersebut, dipertimbangkan dari tingginya permintaan bank sentral dari berbagai negara terhadap emas dunia. Bahkan akhir-akhir ini tren pembelian emas dunia oleh bank sentral di Asia terus meningkat.
Dalam riset terbaru, Goldman Sachs menyebut emas masih menjadi salah satu aset paling berkilau tahun ini dengan kenaikan harga yang dignifikan. Sejak awal 2025 (year-to-date), harga emas dunia tercatat melonjak sebesar 15,07%.
Prospek emas dunia diperkirakan masih cerah di tengah ketidakpastian global, karena memiliki lindung nilai yang menjadikannya sebagai safe haven dibandingkan saham, mata uang, bahkan obligasi.
Goldman Sachs memperkirakan harga emas dunia pada akhir 2025 bisa menyentuh US$ 3.300/troy ons, naik dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu US$3.100/troy ons, karena tingginya permintaan dari berbagai bank sentral.
Akhir-akhir ini, bank-bank sentral Asia terus melanjutkan pembelian emas dunia secara agresif, dan diperkirakan akan terus dilakukan hingga 3-6 tahun ke depan. Hal ini dilakukan untuk memupuk emas dalam cadangan devisa.
Diperkirakan, permintaan emas dari bank-bank sentral tahun ini diperkirakan bisa mencapai 70 ton per bulan, naik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 50 ton per bulan.
Goldman Sachs menilai ada dua faktor utama yang berpotensi meningkatkan harga emas lebih tinggi. Pertama, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed), yang lebih agresif dalam menurunkan suku bunga acuan.
“Jika The Fed menurunkan suku bunga, maka harga emas dunia diperkirakan bisa menyentuh US$3.410 per troy ounce pada akhir 2025,” demikian hasil riset Goldman Sachs.
Kedua, meningkatnya permintaan di pasar Exchange Traded-Fund (ETF). Faktor ini bisa mengangkat harga emas ke arah US$ 3.680 per troy ounce pada akhir tahun.
Sebaliknya, ada juga dua faktor risiko yang dapat menurunkan harga emas dunia. Pertama, kemungkinan terealisasinya perjanjian damai Rusia-Ukraina.
Hal itu, akan mengurangi ketidakpastian global akibat konflik geopolitik, ssehingga pamor emas sebagai aset safe haven akan memudar.
Kedua, risiko aksi jual massal (sell-off) di pasar keuangan. Ketika ini terjadi, biasanya investor ikut terpancing menjual emas untuk mendapatkan likuiditas. (Bloomberg/jea)