BRIEF.ID – Pembangunan sumber daya manusia (SDM) berdaya saing tinggi di sektor energi terbarukan, wajib melibatkan kaum perempuan sebagai agen pengembangan teknis, ilmiah, dan bisnis.
Kesenjangan gender di sektor energi selama ini terjadi karena adanya ketidaksetaraan akses pendidikan, terbatasnya akses perempuan kepada keterampilan teknis, kesempatan pelatihan, dan kebijakan perusahaan yang dinilai tidak adil.
“Perempuan harus terus didorong untuk berperan aktif dalam mempercepat proses transisi energi. Memang, masih terjadi kesenjangan gender di sektor energi, yang secara historis didominasi kaum laki-laki,” kata Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda Citra Yusgiantoro pada “The 2023 Asian Development Bank’s (ADB) Gender Forum” di Manila, Filipina 21 November 2023.
Filda mengatakan, partisipasi perempuan sebagai agen perubahan akan mendorong, mempengaruhi, serta mempercepat transformasi energi di berbagai negara, khususnya Indonesia.
Melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (24/11/2023), disebutkan bahwa peran perempuan dalam transisi energi, lanjutnya, di antaranya memberikan advokasi energi terbarukan, gaya hidup hemat energi, dan terlibat aktif dalam pengambilan keputusan pengelolaan energi.
“Perempuan dapat berkontribusi positif di berbagai sektor profesional. Kontribusi perempuan dapat dikembangkan, baik di sektor pemerintahan maupun swasta,” jelas dia.
Lebih lanjut, lulusan terbaik PPRA LXV Lemhannas RI Tahun 2023 itu mengungkapkan, perempuan yang bekerja di pemerintahan wajib menerapkan kebijakan yang mendukung terciptanya lingkungan kondusif bagi pasar kerja hijau.
Demikian juga perempuan yang bekerja di sektor swasta, perbankan. dan perusahaan investasi berkewajiban meningkatkan investasi asing dan domestik, pada proyek-proyek energi terbarukan.
“Dan, perempuan yang bekerja sebagai wirausaha diharapkan dapat menciptakan permintaan pasar melalui proyek energi terbarukan yang dapat membuka lapangan kerja sekaligus mengatasi masalah lingkungan,” ujar Filda.
Seperti diberitakan, berdasarkan Paris Agreement, kesepakatan global untuk menghadapi perubahan iklim dinyatakan melalui Nationally Determined Contribution (NDC) , periode 2020-2030.
Melalui Long-Term Strategy for Low Carbon Climate Resilience (LTS LCCR) 2050 Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi terhadap tujuan global dan tujuan pembangunan nasional dengan memperhatikan keseimbangan antara pengurangan emisi, pertumbuhan ekonomi, keadilan dan pembangunan ketahanan iklim.
No Comments