BRIEF.ID – Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda Citra Yusgiantoro menyatakan, Calon Wakil Presiden (Cawapres) harus menghadirkan strategi dan solusi kebijakan efektif di sektor energi untuk mengatasi tantangan berbagai aspek teknis, finansial, dan regulasi.
Disebutkan, target pemerintah mempensiunkan 27 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan total kapasitas 17.000 MW hingga tahun 2030, sebagai bagian dari transisi menuju Net Zero Emission (NZE) menjadi tantangan besar bagi Indonesia.
Hal itu diungkapkan Filda menanggapi rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia menggelar Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024).
Debat keempat yang menghadirkan 3 Cawapres, Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD, mengusung tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa.
“Para kandidat Cawapres harus menyampaikan secara eksplisit strategi dan solusi pembiayaan transisi energi berkeadilan. Ini penting,” kata Filda di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Ia mengatakan, sebagai calon pemimpin, ketiga kandidat wajib menjelaskan secara rinci rencana penurunan emisi global dan transisi energi yang tidak hanya mengikuti tren negara-negara lain.
Sesuai Visi Misi, pasangan Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Mahfud MD meningkatkan porsi energi baru terbarukan (EBT) pada sistem kelistrikan nasional antara 25% hingga 30% pada tahun 2029.
Visi Misi Ganjar-Mahfud itu tertuang dalam lembaran resmi yang disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, pada 19 Oktober 2023. Pasangan Ganjar-Mahfud ingin memanfaatkan EBT sebagai generator pembaruan energi yang memiliki potensi hingga 3.700 GW secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
“Yang paling penting, kebijakan harus disesuaikan kondisi geografis, geologi, ekonomi, sosial, politik hingga geopolitik Indonesia yang pastinya unik, dan berbeda dengan negara lain,” jelas dia.
Filda berharap, ada strategi jelas yang menguatkan dan mensinkronkan koordinasi antar lembaga/institusi melaksanakan peta jalan menuju transisi energi.
Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar berasal dari sektor energi sebesar 34%, disusul industri (24%), kegiatan di sektor pangan, kehutanan, dan alih fungsi lahan (22%), dan transportasi (15%), serta bangunan (6%). Upaya transisi energi menjadi ikhtiar mengendalikan 49% sumber GRK dari energi dan transportasi.
“Jadi yang paling penting adalah solusi strategis untuk mengoptimalkan sumber daya manusia yang menjadi faktor pendukung dalam mempersiapkan transisi energi menuju energi bersih dan berkelanjutan,” kata Filda.
No Comments