BRIEF.ID – Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis di PT Pertamina Power Indonesia (NRE) Fadli Rahman mengakui, diperlukan diversifikasi dan waktu sekitar 2-3 tahun untuk meningkatkan kapasitas produksi bioetanol di Indonesia.
“Butuh diversifikasi dan waktu sekitar dua atau tiga tahun,” kata Fadli saat menjadi pembicara pada The Ensight bertema “Bioetanol dan Dampaknya terhadap Ketahanan Energi Nasional” yang dibuka Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Filda Citra Yusgiantoro PhD di Gedung PYC, Jalan Bulungan 22, Jakarta Selatan, Sabtu (7/12/2024).
Pembicara lainnya adalah Koordinator Program Studi Energi dan Lingkungan Berkelanjutan pada Swiss German University Evita Legowo dan Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan (Unhan) Helda Risman.
Fadli mengatakan, Pertamina telah menjalin kerja sama sinergis dengan sejumlah perusahaan produsen bioetanol, baik PT Perkebunan Nusantara maupun swasta, namun peningkatan kapasitas belum dapat diwujudkan.
“Karena kuncinya adalah diversifikasi. Tidak bisa jika kita hanya mengandalkan tetes tebu. Harus ada sumber-sumber bahan baku lain, seperti jagung. Juga harus ada pabrik di lokasi lain agar rantai pasok bahan bakar nabati dapat tercapai,” tutur Fadli.
Fadli mengatakan, Pertamina bekerja sama dengan sejumlah perusahaan produsen bioetanol, baik PT Perkebunan Nusantara maupun swasta, dalam rangka meningkatkan kapasitas produk. Namun, upaya itu semua tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Setidaknya, dibutuhkan waktu berkisar 2-3 tahun.
”Juga harus dibangun di beberapa lokasi dengan sumber bahan baku yang berbeda karena kuncinya adalah diversifikasi. Tidak bisa jika kita hanya mengandalkan tetes tebu. Harus ada sumber-sumber lain, seperti jagung. Juga harus ada pabrik di lokasi lain agar rantai pasok bahan bakar nabati itu bisa tercapai,” jelas Fadli.
Saat ini, hanya terdapat empat pabrik yang memiliki fasilitas produksi bioetanol ntuk bahan bakar kendaraan atau fuel grade, yaituPT Energi Agro Nusantara (Enero) sebesar 30.000 kiloliter per tahun dan PT Molindo Raya Industrial 10.000 kl per tahun, PT Madu Baru 3.000 kl per tahun di Yogyakarta, serta PT Indonesia Ethanol Industry 20.000 kl per tahun di Lampung.
Selain itu, lanjut Fadli, persebaran produsen bioetanol masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera bagian selatan.
“Belum tersebar merata untuk mencakup skala nasional. Masih banyak terdapat kapasitas produksi yang belum digunakan seiring masih rendahnya serapan pasar produk bioetanol,” katanya. (nov)