BRIEF.ID – Kasus peretasan data dan serangan ransomware yang menimpa Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2, pada 20 Juni 2024 adalah peristiwa yang mengundang perhatian serius dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah, ahli keamanan siber, dan masyarakat luas.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkapkan bahwa serangan ini disebabkan oleh ransomware bernama Brain Cipher. Serangan itu tidak hanya mengunci data dengan enkripsi, tetapi juga mengancam keamanan nasional dengan potensi hilangnya data yang sangat penting.
Insiden ini memicu berbagai reaksi, salah satunya dari Anggota Komisi I DPR RI fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin, yang dalam rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kepala BSSN, mempertanyakan kewenangan dan langkah-langkah yang diambil terkait backup data PDNS 2.
Pemerintah tampak saling melempar tanggung jawab, menunjukkan kurangnya koordinasi dan kesadaran akan pentingnya tanggung jawab kolektif.
Dalam konteks ini, penting untuk membahas etika dan tanggung jawab seorang pemimpin. Menurut filsuf Emmanuel Levinas, pemimpin sejati adalah mereka yang mengutamakan kepentingan “Yang Lain” di atas kepentingan pribadi.
Seorang pemimpin harus melayani masyarakat luas, memastikan kesejahteraan dan keamanan mereka, serta berpegang pada prinsip etika dan tanggung jawab.
Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana prinsip ini seharusnya diterapkan dalam kasus peretasan data PDNS 2, serta pentingnya komitmen dan profesionalisme dalam kepemimpinan.
Etika dalam kepemimpinan tidak hanya berkaitan dengan integritas dan kejujuran, tetapi juga dengan tanggung jawab untuk melindungi data dan informasi yang dipercayakan kepada organisasi atau institusi. Dalam era digital ini, keamanan siber menjadi bagian integral dari etika kepemimpinan.
Data Sebagai Aset
Seorang pemimpin yang beretika harus memahami bahwa data adalah aset berharga yang harus dilindungi dengan segala cara.
Pemimpin yang beretika juga harus memahami pentingnya menjaga kepercayaan publik. Ketika data pribadi dan informasi sensitif bocor, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi terkait dapat hancur.
Oleh karena itu, pemimpin harus berkomitmen untuk melindungi data dengan segala cara, termasuk dengan mengambil langkah-langkah pencegahan yang proaktif dan merespons dengan cepat dan efektif ketika insiden terjadi.
Tanggung jawab pemimpin tidak berhenti pada pencegahan, tetapi juga pada bagaimana merespons ketika insiden terjadi. Ketika serangan ransomware Brain Cipher berhasil menginfeksi PDNS 2, tanggung jawab pemimpin adalah memberikan informasi yang akurat dan transparan kepada publik. Mereka harus menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk memulihkan data, serta tindakan yang akan diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Transparansi adalah kunci dalam merespons insiden keamanan siber. Pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan jelas dan jujur kepada masyarakat tentang situasi yang dihadapi.
Mereka harus memastikan bahwa publik memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang terjadi, apa yang sedang dilakukan untuk memperbaikinya, dan bagaimana keamanan data akan ditingkatkan di masa depan. Komunikasi yang efektif juga melibatkan keterbukaan dalam memberikan informasi tentang langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi insiden.
Ini termasuk memberikan pembaruan secara berkala tentang status pemulihan data, langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki sistem keamanan, dan tindakan pencegahan yang akan diambil di masa depan. Dengan cara ini, pemimpin dapat membangun kepercayaan publik dan menunjukkan bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka
Menjadi seorang pemimpin yang profesional berarti memiliki kompetensi di bidangnya, memahami tugas dan tanggung jawabnya, serta memiliki integritas untuk menjalankan tugas tersebut dengan jujur dan transparan.
Profesionalisme Pemimpin
Profesionalisme dalam kepemimpinan juga berarti memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas kegagalan. Pemimpin yang profesional harus memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidang keamanan siber.
Hal ini mencakup pemahaman tentang teknologi keamanan, metode perlindungan data, dan strategi untuk mengatasi ancaman siber. Pemimpin harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam bidang ini melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.
Di sisi lain, pemimpin harus memastikan bahwa tim teknis yang bekerja di bawahnya memiliki keahlian yang diperlukan untuk melindungi data dan sistem dari ancaman. Ini termasuk memberikan pelatihan yang diperlukan, mendukung pengembangan profesional, dan memastikan bahwa tim memiliki sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mereka dengan efektif.
Integritas adalah kualitas penting dalam kepemimpinan. Pemimpin harus bertindak dengan jujur dan transparan dalam setiap langkah yang diambil. Ini termasuk mengakui kesalahan ketika terjadi kegagalan, bertanggung jawab atas tindakan yang diambil, dan bekerja keras untuk memperbaiki keadaan.
Dalam kasus peretasan PDNS 2, profesionalisme berarti tidak hanya menemukan solusi jangka pendek untuk memulihkan data, tetapi juga mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah serangan di masa depan. Ini termasuk memperkuat sistem keamanan, melakukan audit berkala, dan memastikan bahwa semua staf memahami pentingnya keamanan data.
seorang pemimpin sejati adalah mereka yang menempatkan kepentingan “Yang Lain” di atas kepentingan pribadi. Ini berarti bahwa seorang pemimpin harus selalu mengutamakan kesejahteraan dan keamanan masyarakat yang dilayaninya.
Dalam konteks peretasan PDNS 2, ini berarti mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi data publik dan memastikan bahwa insiden serupa tidak terjadi lagi. Tanggung jawab seorang pemimpin melampaui sekadar mematuhi aturan dan kode etik, yang mencakup komitmen untuk melayani kepentingan umum, menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat, serta berani mengambil langkah-langkah yang mungkin tidak populer demi kebaikan bersama.
Pemimpin yang beretika dan bertanggung jawab selalu memikirkan kepentingan masyarakat dan bekerja keras untuk memastikan bahwa kebijakan dan tindakan yang diambil sesuai dengan kepentingan umum.
Penulis: Antonius Benny Susetyo – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
No Comments