BRIEF.ID – Eskalasi konflik di Timur Tengah dengan adanya serangan udara Iran ke Israel, pada Minggu (14/4/2024) berpotensi mendongkrak harga minyak dunia.
Jika eskalasi berlanjut, bukan tidak mungkin harga minyak dunia bisa tembus US$ 100 per barel. Kenaikan harga minyak biasanya diikuti kenaikan harga komoditas lainnya. Potensi ini perlu diantisipasi pemerintah dan dunia usaha di Indonesia.
Iran melakukan serangan udara selama beberapa jam terhadap Israel pada Sabtu (13/4/2024) tengah malam hingga Minggu (14/4/2024) pagi. Mengutip AFP, juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari, dalam pernyataan yang disiarkan televisi, menyatakan, Iran menembakkan lebih dari 300 rudal balistik, pesawat nirawak, dan rudal jelajah ke arah Israel.
Militer Israel mengklaim berhasil mencegat 99% serangan udara itu. Meski demikian, serangan udara yang lolos dari Iron Dome, sistem pertahanan udara Israel, setidaknya menyebabkan 12 warga terluka.
Pemerintah Iran menyatakan, serangan itu merupakan balasan atas serangan Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus pada 1 April. Sebanyak 7 perwira Korps Garda Revolusi Islam, termasuk dua komandan senior, tewas akibat serangan itu.
Meski serangan Iran telah berhenti pada Minggu pagi, risiko eskalasi konflik sangat terbuka. Situasi ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian global.
Dampak langsung yang bisa terjadi adalah kenaikan harga minyak dunia yang diikuti kenaikan harga komoditas lainnya.
Baru sebatas kabar tentang potensi Iran menyerang Israel beredar pada Jumat (12/4/2024) saja, harga minyak dunia sudah melonjak. Mengutip data situs pencatat basis data ekonomi dan komoditas, Refinitiv, harga minyak Brent pada penutupan perdagangan Jumat (13/4/2024) mencapai US$ 90,45 per barel.
Ini merupakan harga minyak tertinggi sejak 20 Oktober 2023 atau sekitar enam bulan terakhir. Harga ini sudah melampaui asumsi Indonesia Crude Price (ICP) yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 senilai US$ 82 per barel.
Mengutip CNBC, Presiden Rapidan Energy dan mantan pejabat energi senior di pemerintahan Bush, Bob McNally, menyatakan, harga minyak mentah jenis Brent bisa melonjak hingga US$ 100 per barel, jika Iran langsung menyerang Israel. Apabila eskalasi menyebabkan gangguan di Selat Hormuz, harga bisa melonjak hingga US$ 120 atau US$ 130 per barel.
Selat Hormuz terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Mengutip Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat, Selat Hormuz merupakan jalur perdagangan minyak terpenting di dunia karena banyaknya volume minyak yang didistribusikan melalui selat itu.
Pada 2018, distribusi minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 21 juta barel per hari. Ini setara dengan sekitar 21% konsumsi minyak bumi global. (Kompas.id)
No Comments