Jakarta, 19 November 2021–Sejumlah sektor di pasar modal mengalami pemulihan seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi, sehingga investor mengapresiasi saham-saham emiten terkait.
Pengamat pasar modal yang juga Founder Indonesia Superstocks Community Edhi Pranasidhi mengatakan ekonomi mulai membaik setelah dihajar pandemi Covid-19 sejak awal 2020. Kendati demikian, menuju penghujung 2021 kondisi ekonomi perlahan menanjak.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia triwulan ketiga 2021 naik sekitar 1,55% dari kuartal sebelumnya. Adapun dibandingkan dengan kuartal ketiga 2020 penaikannya sekitar 3,51%.
Edhi mencermati, pemulihan terjadi pada saham di sektor financial dan teknologi. Diikuti pula oleh saham di sektor barang modal juga industri dasar.
“Sementara saham yang related dengan komoditas, energi, emas sekarang masih berada diposisi puncak stock market cycle. Di sisi lain saham berbasis kesehatan dan barang konsumsi yang tidak siklikal mulai masuk fase bear tapi masih mungkin naik,” ujarnya.
Dia pun menjelaskan bahwa kondisi siklikal, atau perusahaan yang bisnis dasarnya cenderung mengikuti siklus ekspansi dan resesi ekonomi seperti sektor-sektor keuangan, energi, dan industri, masih akan bertahan dengan rentang waktu paling lama enam bulan sampai dua tahun.
“Dari sisi fund flow juga ada penumpukan modal investasi masih berat di teknologi, financial dan komoditas,” tutur Edhi menjelaskan.
Cermati Pasar Global
Edhi pun memberi arahan untuk mencermati kecenderungan pasar secara global. Investasi terhadap saham dan properti biasanya terjadi di musim semi atau menjelang musim panas. Di sisi lain, bounds sebagai call option assets memasuki fase bear dan puncaknya terjadi saat musim panas.
“Di musim panas (summer) investasi lebih fokus terhadap barang komoditas seperti emas, batu bara, nikel dan lain-lain. Dengan harapan demand di musim dingin (winter) akan menguat,” ujarnya.
Dia mengatakan memasuki musim dingin inflasi biasanya mulai naik dan ekspektasi terhadap kemungkinan kenaikan suku bunga meninggi. Pada autumn season atau musim gugur, ada kecenderungan inflasi mulai turun.
Hal ini menyebabkan harapan terhadap kenaikan suku bunga menurun atau bahkan melemah. Adapun di musim dingin biasanya ada kecenderungan deflasi. “Karena harga-harga mulai turun dan kebanyakan FM lebih suka megang cash. Kondisi seperti di atas mungkin saja berbalik karena adanya disrupsi akibat pandemi,” pungkas Edhi.
No Comments