Jakarta, 30 November 2020 – Pengembangan usaha ultra mikro (UMi), mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar mampu bertahan dan berdaya saing di era digital kini tidak bisa dilakukan secara parsial. Sinergi antar pemangku kepentingan (stakeholder) harus dibangun, salah satunya bisa melalui pembentukan induk usaha (holding).
Menurut Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Adiningsih, potensi pengembangan UMi dan UMKM melalui sinergi antar lembaga sangat besar. Ide pembentukan kolaborasi pengembangan UMi dan UMKM disebutnya bisa berasal dari manapun, baik pemerintah, lembaga swasta, atau asosiasi dan BUMN/BUMDes.
Sinergi antar stakeholder akan mendukung pengembangan UMKM di era digital, agar UMKM bisa maju dengan memanfaatkan digital dan networking yang bisa dikembangkan. Ada besar sekali potensi sinerginya, bisa resmi dengan membentuk holding seperti untuk BUMDes, atau kerjasama yang difasilitasi pemerintah atau asosiasi seperti Kadin dan Apindo, atau diinisiasi oleh komunitas, ujar Sri.
Salah satu bentuk sinergi pemberdayaan UMi dan UMKM yang bisa terwujud adalah membentuk holding. Pendiri Institute of Social Economic Digital (ISED) ini berpendapat, keberadaan induk usaha bisa membuat semakin banyak UMKM yang ternaungi program-program dari lembaga anggota holding.
Jumlah UMKM lebih dari 60 juta dan banyak yang informal. Kalau ada holding yang menaunginya, sepanjang bisa mendukung dan memfasilitasi pengembangan UMKM dan tidak memaksa, mestinya baik. Mesti holdingnya mungkin akan ada banyak, bisa dibentuk per daerah, sektoral, atau BUMDes dan lain-lain, tuturnya.
Pandangan lain disampaikan Ketua Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Indonesia Samsul Hadi. Menurutnya, secara umum konsep pemberdayaan UMKM melalui pembentukan holding cukup menarik.
Akan ada efisiensi, peningkatan daya saing dan peningkatan produktivitas, serta mengurangi rivalitas yang tidak perlu antar-BUMN, ujar Samsul.
CEO platform Layanan UMKM Naik Kelas (Lunas) ini menjelaskan, pembentukan holding pemberdayaan UMKM harus dilakukan secara hati-hati. Alasannya, UMKM di Indonesia memiliki kebiasaan cenderung bergerak sendiri-sendiri (soliter) dan mandiri.
Untuk holding terkait UMKM perlu dilakukan hati-hati mengingat habit UMKM cenderung soliter dan mandiri. Benefit holding terhadap UMKM harus dijelaskan dengan clear. Termasuk masalah standarisasi, pembiayaan, dan pemasaran, ujarnya.
Sebagai catatan, selama ini Pemerintah telah memberikan sinyal hendak membentuk holding UMKM untuk mengoptimalkan pemberdayaan pengusaha mikro dan kecil. Rencana ini pertama kali diungkap Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2019 lalu.
Saat itu, Jokowi menyebut holding usaha mikro diperlukan demi membantu UMKM mengakses marketplace dan pemasaran baik di lingkup nasional maupun global. Niatan ini kembali disampaikan Jokowi saat ia berpidato di acara Google for Indonesia 2020, pertengahan November lalu.
Jokowi berkata, pemberdayaan UMKM harus dimaksimalkan karena saat ini baru 8 juta usaha mikro, kecil dan menengah yang memanfaatkan teknologi dalam bisnisnya. Ada 64 juta UMKM, baru 8 juta atau 13% saja yang terintegrasi dengan teknologi digital,” kata Jokowi
No Comments