BRIEF.ID – Sri Mulyani Indrawati pada Senin (8/9) lengser dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan setelah Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle atau perombakan Kabinet Merah Putih. Sosok yang pada Agustus 2008 disebut majalah Forbes sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia itu dikenal sebagai Menteri Keuangan yang berdisiplin dalam hal fiskal.
Kebijakan disiplin fiskal Sri Mulyani terekam betul di mata ekonom senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin yang juga pernah menjabat staf khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla di bidang ekonomi periode 2014-2019.
“Saya sebenarnya melihat kinerja Bu Sri Mulyani itu cukup oke. Tahun 2014-2019 saya staf khusus Wapres Bidang Ekonomi, membantu Pak Jusuf Kalla (JK). Selama lima tahun saya melihat dengan mata kepala sendiri betapa Bu Sri Mulyani itu gigih. Ngerem pengeluaran, menteri, presiden minta ini itu, beliau ngerem. Dan ketika beliau sudah terpojok, biasanya datang ke Pak JK,” ujarnya di acara Seminar Publik dengan tema ‘Reshuffle Menyembuhkan Ekonomi?’ yang diselenggarakan Universitas Paramadina secara daring, Rabu (10/9) pagi.
Wijayanto mengingat, jika Sri Mulyani sudah demikian, maka Wapres JK kala itu akan memberikan dukungan dan backup politik di DPR. Jadi, kata dia, intensinya sangat jelas yaitu disiplin fiskal. Setelah masa jabatan JK habis, lanjut Wijayanto, dia melihat terkadang yang menjadi intensi dari Sri Mulyani tersebut tidak bisa direalisasikan karena tidak punya backup.
“Nah ketika Pak JK sudah turun, rasanya Bu Sri Mulyani itu tidak mendapatkan cukup backup dari Wakil Presiden pengganti. Apa lagi sekarang, pasti tidak ada backup dari Wakil Presiden existing. Jadi kalau kita berbicara disiplin fiskal, beliau itu sangat disiplin, sangat kukuh,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam rapat-rapat penting soal anggaran Sri Mulyani itu ngotot. Tidak mau mengeluarkan dana yang dianggap tak memiliki urgensi. Tapi Wijayanto mengakui, memang posisi Menteri Keuangan memiliki tekanan-tekanan yang luar biasa.
Oleh karena itu, kata Wijayanto, dalam situasi saat ini dengan tekanan ekonomi yang tinggi, siapapun yang menjadi Menteri Keuangan akan menghadapi tantangan yang tidak ringan.
“Tantangan yang sama, bagaimana bisa menjalankan disiplin fiskal. Kemudian yang kedua, environment ekonomi kita yang secara natural itu menurunkan penerimaan pajak, menurunkan tax ratio. Karena deindustrialisasi, informalisasi ekonomi, kemudian makin bertumbuhnya underground ekonomi. Itu merupakan satu concern,” ujarnya. (lsw)


