BRIEF.ID – Sejumlah pakar keselamatan penerbangan meragukan tabrakan dengan burung sebagai pemicu jatuhnya penerbangan Jeju Air 7C2216. Keraguan muncul, salah satunya, karena tabrakan dengan burung belum pernah menyebabkan roda pesawat tak berfungsi.
Pesawat Jeju Air 7C2216 tergelincir dan menabrak tembok pembatas saat mendarat di Bandar Udara Internasional Muan, Korea Selatan, sekitar 288 kilometer (km) barat daya dari Seoul, Minggu (29/12/2024). Pesawat berangkat dari Bandar Udara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand.
Kecelakaan itu menewaskan hampir seluruh penumpang dan kru pesawat yang berjumlah 181 orang, yaitu 175 penumpang dan 6 kru. Mengutip pejabat setempat, kantor berita Korsel, Yonhap, menyebut 179 orang tewas. Dari 179 korban tewas, terdapat 85 perempuan, 84 laki-laki, dan 10 korban lainnya belum teridentifikasi.
Pemerintah Korea Selatan menetapkan tujuh hari berkabung nasional, terhitung mulai hari Minggu hingga Sabtu mendatang, untuk menghormati para korban.
Hanya dua orang berhasil diselamatkan. Keduanya, perempuan dan laki-laki, merupakan kru pesawat. Sebanyak 179 penumpang telah dikonfirmasi tewas setelah pencarian korban yang terjatuh dari badan pesawat tuntas dalam enam jam.
Dua kru yang selamat dievakuasi dari ekor pesawat, satu-satunya bagian yang tidak hancur dari pesawat itu.
Terlihat dalam siaran video di media lokal, pesawat berusia 15 tahun itu meluncur di landasan tanpa roda pendaratan sebelum menabrak dinding dan meledak dalam bola api dan puing-puing.
”Mengapa mobil pemadam kebakaran tidak meletakkan busa di landasan? Mengapa mereka tidak hadir saat pesawat mendarat? Dan mengapa pesawat mendarat begitu jauh di landasan? Dan mengapa ada dinding bata di ujung landasan?” kata editor Airline News, Geoffrey Thomas.
Kotak hitam ditemukan
Menurut Kementerian Transportasi Korea Selatan, dua kotak hitam berupa perekam data penerbangan dan perekam suara kokpit telah ditemukan. Perekam data penerbangan ditemukan pada pukul 11.30 waktu setempat, sekitar dua setengah jam setelah kecelakaan. Perekam suara kokpit ditemukan pada pukul 14.24.
”Perangkat itu akan memberi tahu semua parameter dari semua sistem pesawat. Detak jantung pesawat ada di perekam data penerbangan,” kata Thomas.
Menurut Thomas, perekam suara mempunyai kemungkinan akan memberikan analisis paling menarik tentang apa yang terjadi pada kecelakaan tragis tersebut.
Data Kementerian Pertanahan Korea Selatan, kecelakaan itu terjadi dalam hitungan menit sejak pukul 09.03 pagi waktu setempat. Tiga menit sebelum pesawat mendarat di landasan lacu, menara kontrol memperingatkan soal tabrakan burung.
Kemudian, dua menit sebelum kecelakaan, pilot mengeluarkan panggilan meminta bantuan atau Mayday. Namun, tidak jelas apakah pesawat itu menabrak burung.
Biasa terjadi
Para ahli mengatakan, tampaknya tabrakan burung tidak akan menyebabkan roda pendaratan tidak berfungsi. Tabrakan dengan burung sering terjadi dengan pesawat, tetapi biasanya tidak sampai menyebabkan hilangnya kendali atau fungsi pada pesawat.
”Tabrakan dengan burung bukanlah hal aneh. Masalah dengan kolong pesawat juga bukanlah hal aneh,” kata Thomas.
Pakar keselamatan penerbangan Australia, Geoffrey Dell, mengatakan belum pernah mengetahui tabrakan burung yang mengakibatkan roda pesawat tak berfungsi. ”Saya belum pernah melihat tabrakan dengan burung yang membuat roda pendaratan tak bisa diulurkan,” ujarnya.
Konsultan penerbangan Australia, Trevor Jensen, berkata layanan kebakaran dan darurat biasanya siap untuk pendaratan darurat. ”Jadi ini tampaknya tidak direncanakan,” katanya.
Kementerian Transportasi Korea Selatan mengatakan, pesawat Boeing 737-800 itu diproduksi pada tahun 2009. Kedua mesin CFM56-7B26 diproduksi CFM International, usaha patungan antara GE Aerospace dan Safran dari Prancis.
Seorang juru bicara CFM mengatakan, CFM sangat berduka atas kecelakaan Jeju Air. ”Kami sangat berduka atas hilangnya penerbangan Jeju Air 2216. Kami menyampaikan simpati yang tulus kepada keluarga dan orang-orang terkasih dari mereka yang berada di dalam pesawat,” katanya.
Menurut Dell, tabrakan burung dapat berdampak pada mesin CFM International jika sekawanan burung terisap ke dalamnya. Namun, hal itu tidak akan langsung mematikan sistem. Biasanya pilot punya waktu untuk mengatasi situasi tersebut. (Kompas.id/nov)