Jakarta – Selama 2019, Toyota mengklaim mampu menorehkan performa positif kinerja ekspor otomotif, kendati pasar internasional mengalami guncangan krisis ekonomi global.
Sepanjang tahun lalu, ekspor kendaraan utuh (complete built up/CBU) merek Toyota mencatat capaian tertinggi selama 5 tahun terakhir yakni 208.500 unit. Angka tersebut naik tipis dibandingkan dengan volume ekspor 2018 sebesar 206.500 unit.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono mengatakan mempertahankan serta meningkatkan performa ekspor merupakan hal yang tidak mudah karena menyangkut banyak factor. Seperti daya saing, baik daya saing produk, infrastruktur pendukung hingga regulasi.
“Karenanya kami berterima kasih atas dukungan dari semua pihak terutama pemerintah Indonesia yang selalu melakukan evaluasi terhadap sektor-sektor yang memengaruhi kegiatan ekspor nasional,” ujar Warih dalam keterangan resmi, Senin (20/1/2020).
Performa ekspor Toyota disokong oleh model Sport UtilityVehicle(SUV) Fortuner dan Rush masing-masing sebesar 45.300 unit dan 50.300 unit. Model sedan Vios disebut ikut mendukung capaian positif ekspor CBU Toyota dengan volume 31.000 unit.
Dari segmen Multi-Purpose Vehicle(MPV), ekspor model Kijang Innova dan Avanza ke mancanegara sebesar masing-masing 5.300 unit dan 28.900 unit. Ekspor model Low Cost Green Car(LCGC) Agya sebesar volume 27.800 unit. Sedangkan model Yaris, Sienta, dan Town Ace/Lite Ace melengkapi kinerja ekspor CBU bermerek Toyota dengan total volume sebesar 19.900 unit.
Selain mengekspor kendaraan utuh, Toyota juga mengekspor kendaraan terurai (Complete Knock Down/CKD) sebanyak 45.400 unit, mesin bensin dan etanol dengan tipe TR dan NR dengan total 123.600 unit serta komponen kendaraan dengan volume 94,2 juta unit.
Produk ekspor Toyota telah merambah lebih dari 80 negara tujuan di kawasan Asia-Pasifik, Timur Tengah, Amerika Latin, Afrika dan Karibia.
Krisis global dirasakan sangat signifikan memperlambat laju pertumbuhan ekspor produk Toyota dari Indonesia. Belum lagi ditambah adanya hambatan dengan skema non-tarif di beberapa negara tujuan ekspor yang turut memperburuk performa pengiriman produk otomotif dari dalam negeri.
“Adanya tambahan negara tujuan baru di kawasan Amerika Tengah, Mekong dan Afrika cukup membantu dalam mengompensasi penurunan volume di beberapa negara terdampak krisis dan negara yang menerapkan hambatan non-tarif,” jelas Warih.
Tantangan ekspor otomotif ke depan adalah menurunnya konsumsi produk otomotif imbas dari melemahnya kondisi perekonomian di negara maju. Mencari negara-negara tujuan baru menjadi penting untuk mempertahankan performa ekspor.
No Comments