BRIEF.ID – CORE Indonesia menilai Koperasi desa Merah Putih atau Kopdes Merah Puitih yang merupakan inisiatif Presiden Prabowo Subianto menyalahi ide pendirian koperasi yang dicetuskan Wakil Presiden I RI, Mohammad Hatta atau dikenal sebagai Bung Hatta.
Hal itu, tertuang dalam CORE Insight terbaru bertajuk “Kopdes Merah Putih: Paradoks Gerakan Ekonomi Rakyat”, yang dirilis CORE Indonesia, Sabtu (7/6/2025).
Kopdes Merah Putih adalah inisiatif langsung Presiden Prabowo, yang pertama kali disampaikan saat Retret Kepala Daerah di Akademi Militer Magelang pada 21–28 Februari 2025, dan ditegaskan kembali dalam Rapat Terbatas Kabinet di Istana Negara pada 3 Maret 2025.
Targetnya ambisius, yaitu membentuk 80.000 koperasi serentak diseluruh desa di Indonesia dengan peluncuran resmi pada Hari Koperasi, 12 Juli 2025.
Semua proses pembentukan Kopdes Merah Putih ditetapkan melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025, yang diperkuat dengan berbagai peraturan turunan.
Program Kopdes Merah Putih sejalan dengan salah satu pilar utama visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yakni membangun dari desa untuk pemerataan ekonomi.
Komitmen ini tercermin jelas dalam agenda revitalisasi dan penguatan peran Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai sarana penggerak ekonomi rakyat.
Kini, visi tersebut mulai diaktualisasikan melalui program Kopdes Merah Putih, yang bertujuan memperkuat ketahanan pangan, mempercepat pengentasan kemiskinan, serta mendorong sinergi pusat dan daerah dalam membangun ekonomi desa.
Meski demikian, CORE Indonesia menilai, ambisi pemerintahan Presiden Prabowo untuk membangun Kopdes Merah Putih, memunculkan pertanyaan mendasar apakah program ini sejalan dengan ide koperasi Bung Hatta?
CORE Indonesia menuturkan, semangat gotong-royong yang hidup di tengah masyarakat adalah inspirasi dasar gagasan koperasi menurut Mohammad Hatta. Ketika Indonesia meraih kemerdekaan pada 1945, dan menghadapi agresi militer hingga akhirnya diakui merdeka penuh pada1949, kondisi ekonomi nasional sangat memprihatinkan.
Banyak infrastruktur rusak, dannegara kekurangan modal untuk membangun. Di sisi lain, warisan kapitalisme kolonial masih kuat mencengkeram, meskipun secara politik Indonesia telah merdeka.
Di tengah kondisi tersebut, Bung Hatta berpendapat bahwa satu-satunya jalan untukmelawan kapitalisme kolonial dan membangun ekonomi rakyat adalah lewat koperasi(Hatta 1954: 196).
Koperasi dipilih karena mengedepankan nilai tolong-menolong dan tanggung jawab bersama. Tujuan utama koperasi bukan untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya, tetapi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat.
Asas Kekeluargaan
Sebagai instrumen untuk memperbaiki ekonomi rakyat yang ambruk pasca kemerdekaan, koperasi dibangun atas asas kekeluargaan. Prinsipnya sukarela dan terbuka, dengan tujuan utama membela kepentingan bersama dan memperjuangkan cita-cita kolektif.
Menurut Bung Hatta, koperasi menjadi satu-satunya jalan bagi rakyat yang miskin dan lemah ekonominya untuk memperbaiki dasar penghidupan” (Hatta 1954).

Artinya, koperasi bukan alat kepentingan individu, apalagi hanya pengurus atau pemerintah, melainkan hasil kesadaran bersama dari warga untuk memperbaiki taraf hidup mereka.
Karena sifatnya sukarela dan bertumpu pada kekuatan masyarakat, pembangunan koperasi harus dimulai secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Misalnya, jika modal yang tersedia hanya dari hasil bertani atau melaut, maka bentuk koperasinya pun mengikuti kapasitas lokal.
Bung Hatta pernah menyampaikan pada 11Juli 1953, “koperasi rakyat haruslah berdasar pada kombinasi yang baik antara faktor-faktor produksi yang ada dalam masyarakat kita”.
Koperasi, menurutnya, mesti dibangun dari modal simpanan anggota sendiri, bukan dari pinjaman pihak luar. Tujuannya jelas, untuk mendidik anggota untuk mandiri. Jika koperasi sudah mapan dan berdaya, barulah boleh mendapat bantuan pemerintah.
“Dengan demikian, semua elemen dalam koperasi, dari modal, kepemimpinan, hingga semangat kerja, harus muncul dari masyarakat sendiri. Di titik inilah, model koperasi Bung Hatta tampak berbeda dari desain Kopdes Merah Putih yang justru top-down dan birokratis,” bunyi laporan CORE Insight.
Koperasi menurut Bung Hatta adalah jalan menuju demokrasi ekonomi, karena dibentuk dari akar rumput. Dengan berkoperasi, masyarakat belajar untuk mandiri,percaya diri, dan mampu mengambil keputusan ekonomi sendiri, termasuk bermitra dengan pihak lain.
Dalam struktur organisasi, tidak ada jurang antara pengurus dan anggota; semua setara dan ikut bertanggung jawab atas usaha bersama. Setiap anggota punya hak suara yang sama, keuntungan di bagi adil sesuai kontribusi, dan sebagian labadigunakan untuk pendidikan anggota.
Nilai-nilai ini mencerminkan tujuan utama koperasi, yakni mendidik rakyat menjadi mandiri. Melalui koperasi, Bung Hatta ingin menegaskan bahwa pembangunan ekonomi rakyat takharus selalu dipegang negara.
“Meskipun ada ungkapan ekonomi harus dikuasai oleh negara, Bung Hatta mengingatkan bahwa itu tidak berarti pemerintah menjalankan semua jenis usaha. Dikuasai negara tidak berarti bahwa pemerintah sendiri menjadi pengusaha dalam segala rupa,” demikian pemikiran Bung Hatta.
Terkait dengan itu, CORE Indonesia berpendapat, Kopdes Merah Putih yang didesain sebagai bisnis monopoli, justru bertentangan dengan semangat koperasi Bung Hatta karena koperasi sejatinya tidak berorientasi pada mencari untung, melainkan memperkuat ekonomi rakyat secara kolektif.
“Mencermati desain koperasi desa Merah Putih, CORE berpandangan bahwa terdapat sejumlah aspek penting yang perlu dikritisi dan diperhatikan secara serius agarkoperasi Merah Putih benar-benar mampu menjadi mesin ekonomi rakyat, bukansekadar retorika elite pemerintah semata,” bunyi pernyataan CORE Indonesia. (jea)