BRIEF.ID – Senior GEDSI Expert Chandra Sugarda mengungkap, sejumlah hambatan pengarusutamaan kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) pada transisi energi.
Transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan merupakan sebuah keniscayaan, yang bakal dialami seluruh elemen bangsa. Saat ini, berbagai negara aktif melakukan transisi energi dari penggunaan sumber energi berbasis fosil dan tidak ramah lingkungan, menjadi penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan seperti panel surya, air, panas bumi, dan angin.
“Terbatasnya data terpilah gender, kurangnya data mengenai akses, penggunaan, dan dampak energi yang terpilah berdasarkan gender, menyulitkan perumusan kebijakan serta program yang ditargetkan,” kata Chandra saat menjadi pembicara pada The Energy Insight (The Ensight) bertema “No One Left Behind: GESI dalam Transisi Energi” di Gedung Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), Jalan Wijaya IX/12, Jakarta Selatan, Sabtu (27/4/2024)..
Chandra mengatakan, kurangnya kompetensi gender. Selain itu, kata dia, terbatasnya keahlian dalam analisis dan pengarusutamaan gender di kalangan pembuat kebijakan, perencana, dan staf teknis mengakibatkan pengabdian terhadap kebutuhan dan prioritas spesifik gender dan inklusi sosial dalam inisiatif transisi energi.
Dari sisi hambatan institusional, kata Chandra, struktur dan proses kelembagaan tidak kondusif untuk mengarusutamakan gender dan inklusi sosial secara efektif sehingga menyebabkan kurangnya koordinasi dan koherensi dalam upaya perencanaan transisi energi.
“Rendahnya pelibatan pemangku kepentingan, kurangnya konsultasi, partisipasi perempuan dan kelompok rentan lainnya dalam proses perencanaan transisi energi, mengakibatkan kebijakan dan program tidak menjawab kebutuhan serta permasalahan khusus mereka,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan tentang inkonsistensi dalam penerapan kebijakan. Disebutkan, inkonsistensi antara kebijakan nasional dan peraturan daerah dapat menimbulkan tantangan dalam menyelaraskan tujuan pengarusutamaan gender dengan perencanaan transisi energi di berbagai tingkat administratif.
Padahal, lanjutnya, dari 270,3 juta jiwa penduduk Indonesia, 49,42% di antaranya adalah perempuan. Sedangkan persentase perempuan pada 4 posisi manajerial adalah 22% berperan sebagai top executor, senior manajer 49%, middle manager 70%, dan supervisory manager 61%
“Sebanyak 41 juta penduduk Indonesia belum mendapat akses energi listrik. Selain itu, 97 juta penduduk masih menggunakan biomassa padat untuk kegiatan memasak. Masih ada ketimpangan dalam penyediaan energi listrik antara wilayah Indonesia bagian barat dan timur. Dan, sebanyak 6,5 juta orang meninggal dunia akibat terpapar polusi udara setiap hari,” ujar Chandra.
No Comments