BRIEF.ID – Musyawarah Nasional (Munas) V Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL), pada Sabtu (23/8/2025) meninggalkan catatan memprihatinkan, yaitu Munas V IKAL tidak dapat dilanjutkan! Sidang paripurna pertama deadlock karena kelompok alumni luar biasa (Peninjau) menuntut 10 hak suara—padahal tidak memiliki hak suara resmi menurut AD/ART IKAL. Hal ini memicu kegagalan menetapkan tata tertib, prasyarat hukum dilanjutkannya sidang.
Deadlock diputuskan pimpinan sidang karena sejak pembukaan Munas oleh Gubernur Lemhannas RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily, pada Sabtu (23/8/2025), pukul 08.00 WIB, suasana Munas tidak kondusif, meski terus berlangsung hingga pukul 22.30 WIB tanpa ada kesepakatan mengenai tata tertib pada sidang paripurna pertama. Padahal, masih ada empat agenda sidang paripurna yang harus diselesaikan.
Sebagai salah seorang peserta Munas, saya melihat bahwa salah satu faktor penyebab Munas V IKAL tidak dapat dilanjutkan karena dilatarbelakangi keinginan segelintir peserta Munas, dengan status Peninjau yang mendesak agar diterima dan ditetapkan sebagasi peserta Munas. Mereka menuntut agar diberi hak suara, yang notabene bertentangan dengan AD/ART IKAL.
Lemhannas RI sebagai lembaga pendidikan strategis bagi calon pimpinan nasional yang dibiayai APBN, dalam bentuk Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA), dulu bernama Kursus Reguler Angkatan (KRA) dan Kursus Singkat Angkatan (KSA), dengan durasi waktu masa pendidikan masing-masing sembilan bulan dan enam bulan.
Peserta PPRA dan PPSA diutamakan dari kalangan TNI, Polri, PNS Eselon II di lingkungan Kementerian/Lembaga (K/L), dan unsur masyarakat diberi kuota dengan persyaratan sangat selektif, seperti batas usia minimal 40 tahun, lolos medical check up, lolos tes, dan yang utama adalah lolos litsus dari Kepolisian dan enam instansi negara lainnya.
Artinya, setiap peserta harus benar-benar melalui rangkaian seleksi sangat ketat, dan lulusan program pendidikan ini kemudian menjadi embrio terbentuknya organisasi alumni Lemhannas.
Inovasi Lemhannas
Dalam perkembangannya Lemhannas RI berinovasi mengadakan program Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan (Taplai) bagi kalangan masyarakat umum, yang bertujuan menyebarkan nilai-nilai kebangsaan di kalangan masyarakat, dengan durasi waktu singkat, antara satu hingga dua minggu.
Program yang tidak dibiayai APBN itu, memungkinan setiap peserta mendaftar secara sukarela dengan membayar sekitar Rp 10.000.000 hingga Rp 15.000.000. Nilai itu tergantung lamanya program yang diikuti. Program Taplai yang dimulai sejak tahun 2011 dan terus berlangsung sampai sekarang, diperkirakan jumlahnya telah melampaui 20 ribu orang. Mereka berasal dari berbagai kalangan; kelompok masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, dan lain-lain. Mereka tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Atas inisiatif sejumlah peserta Taplai, maka dibentuk wadah untuk menampung para alumni Taplai bernama Ikabnas. Mereka kemudian diakomodasikan oleh Gubernur Lemhannas dan dimintakan sebagai anggota luar biasa IKAL. Pada Munas IKAL, mereka dapat ikut serta dengan status sebagai Peninjau, tanpa hak suara. Posisi anggota Ikabnas juga dinyatakan dalam AD/ART IKAL.
Namun, pada Munas V IKAL, sejumlah peserta Taplai menyuarakan aspirasi agar statusnya sebagai Peninjau ditingkatkan menjadi peserta penuh dan mendapat 10 hak suara. Hal ini disuarakan atas janji yang diberikan Ketua Umum menjelang Munas IKAL. Janji ini memicu polemik berkepanjangan, yang berujung pada kegagalan sidang menetapkan agenda pertama, yaitu tata tertib.
Berbekal janji Ketua Umum itu kemudian secara terpisah, tanpa berpedoman kepada AD/ART IKAL, peserta Munas IKAL yang berstatus Peninjau, menggelar Munas IKAL tandingan dan mengangkat Ketua Umum DPP IKAL yang baru.
Ini merupakan cerminan kondisi IKAL dan Lemhannas RI saat ini, di mana IKAL yang sejatinya adalah lulusan Lemhannas RI yang dilahirkan dari proses yang panjang seharusnya menjadi teladan.
Oleh karena itu, Lemhanans RI dan IKAL harus tegas meluruskan legitimasi alumni Lemhannas. Bagi warga masyarakat yang telah mengikuti program Taplai adalah sah mengorganisasikan dirinya ke dalam wadah Ikabnas dan terpisah dari IKAL. Ikabnas tetap berada di bawah naungan Lemhanans RI, memiliki AD/ART sendiri dan kepengurusan sendiri.
Diharapkan, Munas IKAL ke depan dapat segera digelar secara terhormat, bermartabat, dan sesuai AD/ART IKAL. Munas IKAL wajib mengedepankan musyawarah dan mufakat, sesuai jati diri Lemhannas. IKAL Lemhannas harus bangkit, memperkuat marwahnya, dan kembali pada tujuan semula, yaitu menjaga nilai-nilai kebangsaan serta memberikan teladan moral bagi bangsa.
- Penulis: Jhon Redo, SH. MH, Advokat
- Sekretaris PPRA 50 Tahun 2013, Peserta Munas V IKAL