BRIEF.ID – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat agar lebih waspada menghadapi potensi cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi pada sepekan mendatang.
“Masyarakat diminta rutin memantau informasi resmi dari BMKG melalui aplikasi, media sosial, maupun siaran televisi,” kata Dwikorita melalui keterangan tertulis yang dikutip dari laman resmi BMKG, Sabtu (13/9/2025).
Ia mengatakan, langkah mitigasi seperti menjaga kebersihan saluran drainase dan tidak membuang sampah sembarangan diharapkan dapat mengurangi dampak genangan air.
“Dengan kesiapsiagaan dan mitigasi yang baik, kita bisa meminimalkan risiko bencana akibat cuaca ekstrem yang masih akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan,” kata Dwikorita.
Selain itu, ia juga menanggapi bencana banjir dan longsor yang melanda Provinsi Bali, pada 9–10 September 2025.
Ia mengatakan, banjir dan longsor di Bali memperlihatkan dampak hidrometeorologi basah yang luar biasa.
Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana terjadi di tujuh kabupaten/kota dengan lebih dari 120 titik banjir. Kota Denpasar menjadi wilayah dengan jumlah titik terbanyak mencapai 81, disusul Gianyar 14 titik, Badung 12 titik, Tabanan 8 titik, Karangasem dan Jembrana masing-masing 4 titik, serta Klungkung di Kecamatan Dawan.
BMKG melaporkan curah hujan harian ekstrem yang menjadi pemicu utama banjir besar tersebut. Di Jembrana, curah hujan tercatat mencapai 385,5 mm dalam satu hari, disusul Tampak Siring 373,8 mm, Karangasem 316,6 mm, Klungkung 296 mm, dan Abiansemal 284,6 mm. Bahkan beberapa titik lain seperti Denpasar Barat, Petang, Kerambitan, dan Padangbai juga mencatat curah hujan di atas 200 mm per hari. Padahal, secara klimatologis, hujan di atas 150 mm/hari sudah dikategorikan ekstrem.
Menurut Dwikorita, intensitas hujan ekstrem dipicu kombinasi faktor regional dan lokal.
“Aktivitas Madden–Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby ekuator yang aktif bersamaan dengan kondisi atmosfer labil di Bali memperbesar risiko terbentuknya awan konvektif secara masif,” jelasnya.
Selain akibat dinamika atmosfer, BMKG juga menyoroti faktor lingkungan dan infrastruktur yang memperparah dampak banjir.
Sistem drainase di beberapa wilayah dinilai belum mampu menyalurkan volume air hujan yang sangat besar, diperburuk oleh sedimentasi dan sampah yang menyumbat saluran air. Alih fungsi lahan dari area resapan menjadi permukiman dan komersial juga mengurangi kemampuan tanah menyerap air, sehingga risiko genangan semakin tinggi.
Kejadian ini semakin menegaskan pentingnya sistem peringatan dini yang cepat dan akurat. BMKG telah mengeluarkan peringatan sejak 5 September 2025 melalui prospek cuaca sepekan, diperkuat dengan peringatan dini tiga harian, hingga pembaruan secara jam-jaman melalui sistem nowcasting pada saat hujan ekstrem mulai terjadi. Dalam periode 9–10 September saja, BMKG menerbitkan 11 kali pembaruan peringatan dini cuaca ekstrem untuk wilayah Bali. (nov)