Bank Indonesia Buyback SBN Rp96,41 Triliun, Terapkan Modern Monetary Theory?

BRIEF.ID – Bank Indonesia (BI) telah membeli kembali (buyback) Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder dan primer senilai Rp96,41 triliun hingga Mei 2025. Jumlah ini meningkat sekitar Rp15 triliun dalam sebulan.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan pembelian SBN senilai Rp96,41 triliun dilakukan melalui pasar sekunder sebesar Rp 64,99 triliun, dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp 31,42 triliun.

“Pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter,” tutur Perry dalam konferensi pers, Rabu (21/6/2025).

Dengan pembelian SBN, artinya BI tengah menyedot pasokan dolar AS untuk menyebarkan rupiah ke pasar keuangan sebagai likuiditas tambahan di sektor keuangan dan ekonomi.

Dalam setahun penuh pada 2024, BI buyback SBN sebanyak Rp81,27 triliun. Secara hitungan kasar dalam 17 bulan sejak awal 2024, diperkirakan BI telah mencetak uang sebesar Rp177,68 triliun.

Hal itu, memunculkan spekulasi bahwa BI kemungkinan sudah menerapkan Modern Monetary Theory (MMT), melalui pencetakan uang tanpa menimbulkan inflasi untuk membeli SBN.

MMT adalah teori ekonomi baru, yang memberi peluang bagi pemerintah untuk mendanai program dan investasi tanpa harus bergantung pada pajak atau pinjaman dari negara lain, serta mengelola pasokan uang tanpa menyebabkan inflasi.

Apa itu Modern Monetary Theory?

Modern Monetary Theory (MMT) atau Teori Moneter Modern  adalah teori ekonomi makro yang dikembangkan oleh kelompok ekonom heterodoks Australia pada akhir tahun 1990-an, sebagai alternatif bagi teori makro ekonomi tradisional, yang mengandalkan asumsi pasokan uang netral dan hipotesis pasar efisien.

MMT berakar pada karya-karya ekonom awal abad ke-20 seperti John Maynard Keynes, Irving Fisher, dan Abba Lerner, yang menganjurkan pemerintah berperan lebih luas dalam kebijakan ekonomi, termasuk kemampuan untuk menciptakan dan membelanjakan uang sebagai cara untuk membiayai barang dan jasa publik.

Keynes berpendapat bahwa pemerintah harus campur tangan dalam perekonomian untuk mengimbangi fluktuasi permintaan sektor swasta dan meningkatkan lapangan kerja.

Sedangkan Fisher berpendapat bahwa uang harus dikelola sebagai utilitas publik, lalu Lerner berpendapat bahwa belanja pemerintah harus digunakan untuk merangsang permintaan agregat dan mempertahankan lapangan kerja penuh.

Ekonom Stephanie Kelton kemudian mengembangkan MMT lebih lanjut, dan dikenal sebagai salah satu pendiri MMT, karena terus mengembangkan dan menguji teori MMT dan cara kerjanya,

Buku hasil karya Stephanie Kelton berjudul “The Deficit Myth: Modern Monetary Theory and the Birth of the People’s Economy” pada tahun 2020 membuat MMT mendapat perhatian lebih luas.

Baru-baru ini, Stephanie Kelton, Randall Wray, dan L. Randall Wray telah memainkan peran penting dalam pengembangan MMT lebih lanjut.

Mereka berpendapat bahwa pemerintah harus mengambil peran aktif dalam mengelola ekonomi dan bahwa defisit dapat digunakan untuk membiayai barang dan jasa publik.

Selain itu, pemerintah harus menggunakan kebijakan fiskal untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh daripada mengandalkan pasar untuk melakukannya.

Saat ini, Teori Moneter Modern merupakan bagian penting dari kebijakan ekonomi makro, khususnya di negara-negara dengan tingkat utang dan defisit publik yang tinggi.

Teori ini juga semakin populer sebagai alternatif teori tradisional tentang uang dan keuangan pemerintah, serta digunakan untuk menginformasikan keputusan kebijakan fiskal dan moneter di banyak negara di seluruh dunia.

Bagaimana Cara Kerja Modern Monetary Theory?

MMT berfokus pada peran pengeluaran pemerintah dan perpajakan dalam perekonomian, di mana pemerintah dapat dan harus menggunakan kebijakan fiskal seperti perpajakan dan pengeluaran untuk mengelola perekonomian.

Beberapa kebijakan fiskal berdasarkan MMT, yang dapat diterapkan pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah diizinkan untuk membelanjakan dan mengenakan pajak sesuai kebutuhan untuk mencapai tujuan ekonomi.

Hal ini berbeda dengan kebijakan fiskal tradisional, yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemerintah hanya boleh membelanjakan dan mengenakan pajak bila diperlukan untuk menyeimbangkan anggaran.

2. Pemerintah harus menggunakan kebijakan fiskal untuk mencapai kesempatan kerja penuh dan stabilitas harga.

3. Pemerintah dapat mencetak uang untuk mendanai pengeluaran tanpa menyebabkan inflasi, selama mereka mengelola pasokan uang dan menjaga tingkat inflasi tetap rendah.

4. Pajak harus digunakan sebagai alat untuk mendistribusikan kembali pendapatan dan memastikan bahwa pemerintah memiliki cukup pendapatan untuk membiayai pengeluarannya.

5. Defisit anggaran tidak selalu merupakan hal yang buruk, karena dapat digunakan untuk merangsang ekonomi dan menghasilkan pertumbuhan.

Dengan kata lain, defisit anggaran atau beban utang dalam MMT tidak dipandang sebagai beban bagi generasi mendatang, karena uang tersebut dapat digunakan untuk menyediakan layanan dan menciptakan lapangan kerja.

Modern Monetary Theory, di Antara Prinsip Heterodoks dan Ortodoks

Meskipun teori MMT ini lebih banyak diadopsi oleh ekonom yang beraliran heterodoks, namun pendekatan dalam praktiknya lebih cenderung mengadopsi prinsip-prinsip ortodoks.

Hal ini terlihat dalam prinsip MMT yang menyatakan bahwa pemerintah dapat mencetak uang baru untuk membiayai program-program stimulus ekonomi dan investasi dalam infrastruktur, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

MMT memandang bahwa pemerintah tidak perlu meminjam uang atau mengumpulkan pajak untuk membiayai pengeluaran, melainkan  mencetak uang secara tidak terbatas untuk memenuhi pengeluarannya selama tidak memicu inflasi.

Adapun uang yang dicetak pemerintah dikeluarkan melalui program pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur, serta kesejahteraan, dan ketenagakerjaan.

Misalnya untuk program ketenagakerjaan yang menjadi salah satu konsep utama MMT, pemerintah didorong menciptakan lapangan kerja untuk menyerap tenaga kerja yang tidak terpakai atau underemployed di sektor swasta.

Penciptaan lapangan kerja dapat dilakukan melalui pembangunan infrastruktur, atau proyek strategis pemerintah. Dengan demikian,
uang yang dicetak pemerintah digunakan untuk membayar upah pekerja yang dipekerjakan dalam program ini.

Selanjutnya, uang yang dibayarkan oleh pemerintah kemudian akan mengalir kembali dalam bentuk pajak. Dengan cara ini, uang yang dicetak oleh pemerintah akan tetap beredar di dalam ekonomi dan tidak akan menimbulkan inflasi.

Prinsip ini, tidak bertentangan dengan pendekatan ortodoks, karena teori ortodoks pun mengakui bahwa kebijakan fiskal dapat digunakan untuk mempengaruhi perekonomian.

Jadi perbedaannya dua pendekatan ekonomi ini, hanya terletak pada kebijakan fiskal yang digunakan. Dalam teori ortodoks, penggunaan kebijakan fiskal harus seimbang dengan kebijakan moneter yang ketat. Sedangkan  dalam pendekatan MMT, penggunaan kebijakan fiskal dapat diimbangi dengan kebijakan moneter yang longgar.

Dalam konteks ini, MMT lebih cocok dikategorikan sebagai pendekatan ortodoks dalam ekonomi, namun mengadopsi beberapa prinsip heterodoks dalam analisis dan pandangannya terhadap sistem ekonomi.

Benarkah BI Terapkan Modern Monetary Theory?

Terkait dengan prinsip tersebut, BI diduga telah menerapkan MMT, melalui upaya mencetak uang tanpa memicu inflasi, dan digunakan untuk melakukan pembelian kembali atau buyback SBN.

Namun Gubernur BI menjelaskan pembelian SBN dilakukan untuk ekspansi likuiditas, sebagai upaya menjaga stabilitas nilai tukar (kurs) rupiah.

Dengan pembelian SBN, berarti BI tengah menyedot pasokan dolar As untuk menyebarkan rupiah ke pasar keuangan sebagai likuiditas tambahan di sektor keuangan dan ekonomi.

“Kalau intervensi berarti kan kami menjual devisa, rupiahnya kan terkontraksi. Oleh karena itu, supaya rupiahnya kembali lagi ke sistem keuangan, kami beli SBN. Gitu ya, jangan gundah gulana,” kata Perry dalam konferensi pers pada Maret 2025.

Perry memastikan pembelian SBN yang dilakukan BI masih sesuai dengan arah kebijakan moneter, yang hati-hati dan terukur. Adapun BI berencana  memborong SBN di pasar sekunder Rp150 triliun atau lebih. Bahkan, BI juga akan membeli SBN untuk pendanaan Program 3 juta rumah. 

Gubernur BI juga menegaskan, pembelian SBN sekaligus mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal pemerintah.

Ke depan, BI akan terus mengoptimalkan strategi operasi moneter pro-market untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, R. Tri Wahyono, menyampaikan  BI selalu  melihat kondisi pasar saat melakukan pembelian SBN. BI biasanya melakukan pembelian SBN ketika terjadi sale off asing atau net sell di pasar SBN.

“Jadi ketika asing mau keluar dari pasar SBN, disitulah kita menstabilizer dengan cara melakukan pembelian. Jadi kita lakukan dengan sangat hati-hati, sehingga dampak rambatannya tidak akan kemana-mana, apalagi sampai berpengaruh pada nilai tukar rupiah,” tutur Tri. (jea)

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Erick Tegaskan Fokus Dampingi Danantara

BRIEF.ID – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick...

Terlibat Judi Online, Muhaimin Pastikan Bansos Dicabut

BRIEF.ID – Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar menyatakan  akan...

Gubernur Pramono Temui Korban Banjir di Rawajati

BRIEF.ID - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menemui masyarakat...

Menkeu Komentari Kebijakan Presiden Trump Soal Tarif 32%

BRIEF.ID - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka...