BRIEF.ID – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kembali menggunakan formula penetapan upah minimum Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Kemenaker telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023. Penghitungan upah berdasarkan formula dalam Permenaker 18 Tahun 2022 dinilai menyalahi produk hukum yang sebelumnya sudah ada.
“Pemerintah tidak bisa semena-mena mengeluarkan sendiri Permenaker yang tidak sesuai dengan PP yang ada. Ini kan menyalahi. Kita harus menghormati proses yang ada, semua juga lagi sulit, dari segi buruh sulit, daya beli pengusaha juga lagi sulit dengan kondisi seperti ini,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, seperti dilansir beritasatu.com Selasa (22/11/2022).
Sebelumnya, Kemenaker menerbitkan Permenaker 18 Tahun 2022 sebagai upaya mengakomodasi kepentingan pengusaha dan buruh dalam penetapan upah minimum tahun 2023. Sebab PP 36 Tahun 2021 dinilai belum dapat mengakomodasi dampak kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya dalam mengantisipasi penurunan daya beli pekerja dan kenaikan harga-harga barang.
Formulasi penetapan UMP berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 adalah nilai upah minimum merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α (alfa). Bila dirinci alfa merupakan indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang 0,10 sampai dengan 0,30.
Variabel pertumbuhan ekonomi bagi UMP dihitung menggunakan data pertumbuhan ekonomi provinsi kuartal 1 sampai dengan 3 tahun berjalan dan kuartal 4 tahun sebelumnya terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi kuartal 1 sampai dengan 3 di tahun sebelumnya dan kuartal 4 pada 2 tahun sebelumnya. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi bagi UMK dihitung menggunakan data pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Kuartal 1 sampai dengan 4 tahun sebelumnya terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota kuartal 1 sampai dengan 4 pada 2 tahun sebelumnya.
Shinta mengatakan jika dilihat secara struktur regulasi, maka posisi Permenaker 18 Tahun 2022 berada di bawah PP 36 Tahun 2021 tentang pengupahan dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Kalau kita berubah dengan Permenaker 18 tahun 2022 jadi produk hukumnya tidak benar karena sebelumnya sudah keluar PP dengan formula yang ada. Jadi tidak mungkin kita bisa menerima formula terbaru yang seara produk hukum lebih rendah dari UU maupun PP,” kata Shinta.
No Comments