Jakarta – Di-empat tahun masa pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi – JK) angka kemiskinan di Indonesia terus menunjukkan penurunan yang signifikan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan menurun menjadi satu digit yaitu 9,82 persen di tahun 2018, dibandingkan tahun sebelumnya mencapai angka 10,6 persen. Pencapaian ini merupakan catatan sejarah.
“For the first time in the history of Indonesia tingkat kemiskinan di bawah 10%,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga mantan pejabat Bank Dunia saat berbicara kepada wartawan seperti dikutip dari Kompas, 17 Juli 2018.
Pada Juli 2018, BPS mengumunkan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan menurun menjadi 7,02 persen. Angka tersebut didapat dari hasil penelitian selama bulan September 2017- Maret 2018. Kemudian, angka kemiskinan di daerah pedesaan menjadi 13,20 persen pada Maret 2018. Angka tersebut menurun dibandingkan saat bulan September 2017 yang mencapai angka 13,47 persen.
Pada tahun 2017, di tiga tahun masa pemerintahan Jokowi-JK angka kemiskinan juga menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang mengatakan angka kemiskinan mengalami penuruna secara konsisten. Namun pada hal ini Darmin menyatakan tidak hanya angka kemiskinan yang menurun tapi angka pengangguran.
“Tingkat kemiskinan juga cukup konsisten sejak maret 2016 dia konsisten. Kemudian tingkat pengangguran tidak seratus persen konsisten tapi tendensinya sejak Agustus 2015 kelihatan jelas menurun,” ujarnya pada 17 Oktober 2017.
Pada 2017, angka kemiskinan penduduk Indonesia mencapai angka sebesar 10,64 persen. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun 2016 yang mencapai angka 10,70 persen. Sadangkan pada angaka pengangguran di Indonesia di tahun 2017, menunjukkan angka penurunan hingga 5,33 persen, dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat hingga 5,50 persen.
Apakah arti dari angka kemiskinan 9,82%? Angka rata-rata garis kemiskinan pada Maret 2018 adalah Rp401.220 per kapita per bulan. BPS menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, yang diukur dari pengeluaran.
Artinya, orang yang pengeluarannya di bawah angka rata-rata garis kemiskinan termasuk warga miskin. Data BPS menunjukkan bahwa angka ini lebih tinggi dibanding pada 2017, yang pada semester pertama (Maret) berjumlah Rp361.496 dan Rp 370.910 pada semester kedua 2017.
Pada Maret 2017, provinsi dengan rata-rata garis kemiskinan tertinggi adalah Bangka Belitung dengan Rp602.942 dan yang terendah adalah Sulawesi Selatan dengan Rp274.434.
BPS juga menjelaskan bahwa ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin pun berkurang.Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk diukur dengan angka rasio gini. Saat rasio gini semakin mendekati angka satu, artinya ketimpangan semakin besar. Ketika rasio gini semakin dekat ke angka nol, artinya sudah ada kesetaraan dalam pengeluaran penduduk. Rasio gini pada Maret 2018 adalah 0,389. Angka ini turun dari rasio gini setahun lalu, Maret 2017 sebesar 0,391.
Meskipun persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai rekor terendah dengan 9,82%, namun penyebarannya tidak merata. Penduduk miskin yang tinggal di desa lebih banyak dari penduduk yang miskin kota. Di Maluku dan Papua, 29,15% penduduk yang tinggal di desa masih miskin. Di kota, hanya 5,03% penduduk masuk kategori miskin. Di Bali dan Nusa Tenggara, 17,77% penduduk desa masuk kategori miskin. Daerah dengan persentase penduduk miskin terendah adalah di Kalimantan, 7,6% (di kota 4,33%)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertekad untuk terus menurunkan angka kemiskinan. “Jadi kita tidak berhenti di situ, ingin menurunkan lebih lanjut. Masalah pemerataan juga lebih bagus,” katanya.
Menurut BPS, makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan di kota dan desa adalah beras, rokok kretek filter, daging sapi, telur ayam ras, mi instan dan gula pasir. Selain makanan, kebutuhan yang pengaruhnya besar adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi.
No Comments