Jakarta – Menjelang berakhirnya tahun keempat pemerintahan Kabinet Kerja, kondisi makroekonomi Indonesia aman terkendali di tengah ketidakpastian ekonomi global. Capaian ini tergambar dalam sejumlah indikator makro ekonomi yang mampu bertahan di level aman, yang diikuti juga oleh perbaikan indikator sosial.
“Ditengah gejolak dan tekanan ekonomi dunia di tahun 2018, bisa ditandai dengan jelas bahwa ekonomi kita mampu bertahan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi dalam situasi gejolak ekonomi global pada kuartal III mencapai 5,17% dengan tingkat inflasi yang cukup baik di kisaran 3%” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution ketika menyampaikan laporan kepada Presiden Joko Widodo dalam acara CEO Networking 2018, di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta.
Di hadapan audiens para CEO perusahaan besar dan go public, Darmin menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia masih menunjukkan peningkatan di tengah tekanan ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi triwulan III berada di level 5,17% secara year-on-year (yoy)—lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 yang hanya mencapai 5,06%. Hal ini diimbangi dengan tingkat inflasi yang berhasil dijaga sepanjang tiga tahun terakhir, masing-masing di level 3,35% (2015), 3,02%(2016) dan 3,61% (2017). Bahkan, inflasi ini masih tetap terjaga hingga Oktober 2018 di level 3,16%.
“Kalau kita melihat data sosial ekonomi, seperti tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan indeks ketimpangan, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara konsisten membaik” tambah Darmin.
Pada Maret 2018, tingkat kemiskinan 9,82% mencatat rekor sebagai yang terendah sejak tahun 1970. Tingkat ketimpangan pun turun hingga 0,389, terendah dalam enam tahun terakhir. Tidak hanya itu, tingkat pengangguran juga turun ke level 5,34% pada Agustus 2018. Adapun, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga konsisten meningkat dalam lima tahun terakhir, kini di angka 70,81 per 2017. Angka ini menunjukkan bahwa Pemerintah berhasil menempatkan Indonesia dengan status pembangunan manusia “tinggi”.
Darmin kembali menegaskan bahwa pemerintahan kali ini memperkenalkan suatu pendekatan yang agak berbeda dalam beberapa puluh tahun terakhir. Menurutnya, kebijakan pertama yang ditekankan mengacu pada perbaikan supply-side, yakni perbaikan kualitas infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM), dan redistribusi pertanahan. Dengan pembangunan infrastruktur, diharapkan pemerintah dapat memperbaiki kualitas logistik yang kesemuanya bermuara pada pelaksanaan transformasi ekonomi.
“Kami juga menggerakkan program vokasi besar-besaran untuk memperbaiki kualitas SDM, yang apabila dijalankan maka perbaikan supply-side akan menjadi basis untuk keluar dari jeratan tekanan eksternal” tambah Darmin.
Pendekatan perbaikan supply-side ini sejalan dengan arahan Presiden Jokowi yang menegaskan bahwa pemerintah menggeser prioritas pembangunan secara berkala. “Kita perlu menggeser prioritas pembangunan dari pembangunan infrastruktur menjadi perbaikan kualitas SDM dari tingkat wilayah terkecil hingga wilayah besar untuk menciptakan agen-agen pertumbuhan” demikian pesan Presiden Jokowi.
Meski fokus menggenjot supply-side, tentu tak berarti pemerintah melupakan sisi demand-side. Caranya dengan terus menjaga tingkat konsumsi, Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB), dan tingkat ekspor. Pemerintah senantiasa menjaga keseimbangan kedua sisi agar transformasi ekonomi dapat benar-benar terealisasi.
Hadir dalam kesempatan ini antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djayadi dan para stakeholder terkait.
No Comments