BRIEF.ID – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Paket kebijakan Ekonomi 2025 didesain tidak hanya untuk menjamin konsumsi rumah tangga tetap stabil, tetapi juga menjaga APBN tetap sehat.
Menurut Menkeu, APBN harus tetap sehat di tengah situasi perekonomian global dan domestik yang berada dalam ketidakpastian. Pasalnya, APBN yang tidak sehat dapat menjadi sumber krisis seperti yang dialami banyak negara.
“Ada yang harus dipahami bahwa APBN harus terus dijaga sehat, dan harus sustainable atau berkelanjutan. Sebab banyak contoh di negara-negara lain, ketika APBN tidak sehat maka akan menjadi sumber krisis,” ujar Sri Mulyani,. dalam jumpa pers pengumuman Paket Kebijakan Ekonomi 2025 dan Pemberlakuan PPN 12% secara bertahap, di Jakarta, Senin (16/12/2024).
Sri Mulyani menjelaskan, APBN memiliki 3 fungsi penting, yakni alokasi, stabilisasi dan distribusi. Dengan demikian, pemerintah tetap menjadikan APBN sebagai instrumen yang diandalkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mengatasi masalah struktural seperti kemiskinan dan kesenjangan, serta menjamin pertumbuhan ekonomi yang sustainable.
Adapun fungsi alokasi APBN, dilakukan melalui 2 kebijakan, yakni kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang diimplementasikan secara bertahap, dan menetapkan tarif pajak tertinggi 35% untuk wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan lebih dari Rp5 miliar.
Sedangkan fungsi distribusi APBN dilakukan dengan perluasan lapisan penghasilan yang dikenakan tarif terendah 5% yang semula sebesar Rp50 juta menjadi Rp60 juta.
Kemudian pembebasan pajak penghasilan (0%) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dan bagi penghasilan Rp500 juta ke atas sampai dengan 4,8 miliar dikenakan tarif 0,5%
Selanjutnya, tetap memberikan berbagai fasilitaspembebasan PPN agar masyarakatmendapatkan barang/jasa yang diperlukan tanpa dikenai PPN.
Sementara fungsi stabilitas APBN dilakukan dengan tidak membebankan pajak kepada barang kebutuhan pokok berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Selain itu, jasa pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, keuangan, asuransi, pendidikan, transportasi umum, dan ketenagakerjaan
Kemudian buku, vaksin polio, rumah sederhana dan rumah sangat sederhana, pakan ternak, mesin dan peralatan pabrik, dan fasilitas PPN di Kawasan ekonomi tertentu.
“Jadi 3 fungsi ini yang terus kita jaga agar perekonomian dan APBN kita tetap seimbang dan sehat,” ungkap Sri Mulyani.
Dia menambahkan, APBN merupakan instrumen andalan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan stimulus untuk ekonomi, mengingat kondisi perekonomian global dan dalam negeri yang penuh ketidakpastian, dan patut diwaspadai.
Terkait dengan itu, Sri Mulyani meminta masyarakat memahami pemberlakuan
kebijakan PPN 12% secara bertahap, karena pajak merupakan salah satu pilar APBN.
“Kita harus memahami bahwa pajak sebagai salah satu pilar APBN, dan pemerintah selalu berupaya merespon berdasarkan evidence dan kebutuhan pembangunan dan kondisi ekonomi kita sendiri,” tutur Sri Mulyani.
Dia menambahkan, pajak turut berperan menjaga perekonomian dan menyentuh hajat hidup orang banyak. Setiap tindakan pungutan pajak dibebanklan kepada masyarakat mampu, dan bagi masyarakat tidak mampu diberikan bantuan.
“Semua ini sesuai dengan azas keadilan.
Itu sebabnya, barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak tidak dipungut PPN atau dibebaskan,” ujar Sri Mulyani.
Dia menambahkan, ada barang yang menyangkut kebutuhan masyarakat seperti telur, beras, bahkan jasa layanan kesehatan dan transportasi yang tidak dikenai pajak. Semua beban pajak itu ditanggung oleh pemerintah.,
“Total barang yang tidak bayar PPN biayanya mencapai Rp265,6 triliun dan ini ditanggung pemerintah,” ungkap Sri Mulyani. (jea)