BRIEF.ID – Menteri Keuangan (Menkeu) Amerika Serikat (AS), Scott Bessent, mengatakan akan mempertahankan kebijakan ‘dolar kuat’ di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
“Kebijakan dolar yang kuat tetap dipertahankan di pemerintahan Presiden Trump. Kami ingin dolar tetap kuat, yang tidak kami inginkan adalah negara lain melemahkan mata uang dan memanipulasi perdagangan,” kata Bessent, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (7/2/2025).
Pernyataan Menkeu AS tersebut, tentu menjadi ancaman bagi nilai tukar mata uang negara-negara lain terutama emerging market, termasuk rupiah.
Menurut Bessent, penguatan dolar AS terjadi bukan hanya dari kebijakan pemerintah AS, tetapi juga merupakan akumulasi dari surplus perdagangan dan kebijakan suku bunga.
Dia menjelaskan, surplus perdagangan yang besar di beberapa negara, telah menghambat sistem perdagangan bebas. Faktor ini bisa berasal dari selisih nilai tukar, serta kebijakan menahan suku bunga, yang dilakukan beberapa negara.
Selama beberapa dekade, pejabat tinggi AS selalu menekankan pentingnya dolar yang kuat sebagai bukti dinamisme ekonomi negara. Meski demikian, di periode pertama pemerintahan Donald Trump, kebijakan ini mulai tergeser karena dolar yang kuat dianggap menghambat ekspor AS dan mengurangi pendapatan perusahaan multinasional di luar negeri.
Faktanya, dolar AS melonjak sejak Donald Trump terpilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada November 2024, didorong oleh ekspektasi kebijakan proteksionis yang diterapkannya saat menjadi Presiden AS, seperti peningkatan tarif dan pemotongan pajak.
Kebijakan proteksionis Presiden Trump diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inflasi, serta memperlambat pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed).
Dalam pernyataannya setelah dilantik menjadi Presiden AS pada 20 Januari 2025, Trump mengkritik kebijakan Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed), serta penguatan nilai tukar dolar.
Namun, ia juga berjanji untuk mempertahankan dominasi dolar AS secara global, serta mendukung kebijakan yang menurut para ekonom justru dapat meningkatkan nilai dolar AS.
“Kami menginginkan perdagangan yang adil, dan bagian dari itu adalah mengambil sikap tegas terhadap mata uang dan ketentuan perdagangan,” ujar Bessent. (Bloomberg/jea)