BRIEF.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan proses eksekusi dan lelang aset rampasan milik terpidana Harvey Moeis tidak akan terkendala oleh permohonan keberatan yang diajukan oleh istrinya, Sandra Dewi.
Seperti diketahui Sandra Dewi meminta kepada Kejagung untuk mengembalikan harta yang telah dirampas sebelumnya berkaitan dengan kasus yang menimpa suaminya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna membenarkan bahwa artis Sandra Dewi telah mengajukan keberatan atas penyitaan aset milik suaminya kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam perkara korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015-2022.
Namun, kata Anang, pengajuan keberatan yang dilakukan Sandra Dewi tersebut tidak akan mengubah sikap Jaksa untuk tetap mengeksekusi dan melelang semua aset yang disita dari terpidana Harvey Moeis.
“Kalau sudah inkrah, prinsipnya prosesnya tetap berjalan apa yang sudah ditetapkan, keberatan itu tidak menunda,” tutur Anang di Kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Anang menjelaskan semua aset yang telah disita Kejagung dari terpidana Harvey Moeis tersebut akan tetap dilelang dalam rangka mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat perkara korupsi IUP PT Timah.
“Dilelang pun nanti ada ketentuan, ada mekanismenya dan nanti semua akan kembali untuk negara,” katanya.
Anang pun menegaskan bahwa pihaknya sudah siap untuk melawan permohonan keberatan yang diajukan oleh Sandra Dewi ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Menurutnya, setiap warga negara memiliki hak untuk mengajukan keberatan, namun Majelis Hakim yang akan menentukan hasilnya.
“Kita tunggu hasilnya, yang penting apapun keputusannya kita menghormati,” ujarnya.
Dalam perkara korupsi IUP PT Timah itu, Harvey Moeis berperan jadi kepanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) di mana PT RBT diduga telah memfasilitasi penambangan timah ilegal di wilayah IUP milik PT Timah.
Harvey Moeis sempat melakukan pertemuan dengan terdakwa mantan Dirut PT Timah Riza Pahlevi Tabrani beberapa kali untuk membahas ihwal penyewaan alat peleburan timah.
Dalam dakwaannya, Harvey Moeis disebut telah melakukan kongkalikong dengan terdakwa lain untuk proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal.
Kasus korupsi tersebut bermula ketika Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019 Suranto Wibowo menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015-2019 terhadap lima perusahaan smelter.
Pada kenyataannya, RKAB itu hanya digunakan sebagai formalitas untuk mengakomodasi pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk.
Dalam dakwaan, RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya. Bukan sebagai legalisasi pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Lima perusahaan smelter itu adalah PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
Selanjutnya, pada Agustus 2018, Harvey menghubungi empat smelter lain yang akan kerja sama dengan PT Timah yaitu PT Sariwiguna Bina Sentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa. Komunikasi itu dilanjutkan pertemuan di sebuah hotel di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kemudian pada 2019, pemilik empat smelter itu mengetahui tidak akan mendapatkan persetujuan RKAB, sehingga keempat perusahaan itu kepada PT Timah untuk dibuatkan suatu kesepakatan agar bijih timah ilegal smelter swasta dapat dijual dan dilakukan pemurnian serta pelogaman. Tapi, syarat pembayaran semuanya harus dilakukan PT Timah.
Alhasil, kesepakatan itu pun terbentuk dan ditindaklanjuti dengan beberapa kali pertemuan antara pihak smelter dan PT Timah. Padahal, sesuai dakwaan, kerja sama itu tak termuat dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) PT Timah Tbk tahun 2018. (AYB)


