BRIEF.ID – Terima kasih dan apresiasi mendalam diungkapkan Presiden Prabowo Subianto saat meresmikan bank emas (bullion bank) syariah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) di The Gade Tower, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Prabowo mengaku bangga berkesempatan meresmikan bank emas pertama berbasis syariah di Indonesia. Ia tak henti-hentinya berterima kasih atas kerja keras dan kontribusi para pihak yang telah menghadirkan bank emas.
“Saya mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang telah bekerja keras untuk mencapai, hari ini,” ujar Prabowo.
Harus diakui, hadirnya bank emas, tidak terlepas dari proses transformasi yang kini dilakukan BSI. Sejak didirikan pada Februari 2021, BSI terus bertransformasi untuk menjadi bank syariah peringkat teratas di Indonesia dan berdaya saing di tingkat global.
Proses transformasi perbankan terjadi karena didorong kemajuan teknologi, perubahan regulasi, dan tuntutan nasabah yang menginginkan layanan cepat, efisien, dan aman. Nasabah menghendaki sistem perbankan yang terintegrasi dengan ekosistem digital, mudah terhubung dengan e-wallet, e-commerce, dan layanan keuangan lainnya.
Di sisi lain, perbankan dituntut menyediakan dukungan pembayaran digital seperti QRIS, NFC, dan contactless payment. Di tengah tuntutan yang terus meningkat, perbankan ditantang untuk berkolaborasi dengan platform lain seperti ride-hailing, marketplace, dan fintech agar transaksi lebih seamless.
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk Hery Gunardi mengaku bangga, sejak kepemimpinannya pada 2021 proses transformasi terus berlangsung. Bahkan, salah satu hasil transformasi BI, lahirnya bank emas syariah pertama di Indonesia. Presiden Prabowo Subianto datang meresmikan beroperasinya bank emas di The Gade Tower, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Hery mengungkapkan, melalui bank emas, masyarakat dapat berinvestasi emas mulai dari 0,05 gram, dengan nilai kurang dari Rp 100.000 yang dapat diakses melalui platform digital BYOND by BSI.
“Masyarakat dapat berinvestasi kapan saja dan di mana saja, tanpa batasan lokasi dan waktu melalui BYOND by BSI,” jelas Hery.
Disebutkan, BSI yang memiliki aset sekitar Rp 350 triliun, juga telah memperkenalkan tiga branding utama produk bank emas, yang terdiri atas BSI Emas Digital, BSI Gold, dan BSI ATM Emas.
“Ini adalah bagian dari transformasi dan inovasi yang terus dilakukan BSI untuk tumbuh secara berkelanjutan. Pengembangan bisnis bank emas BSI sejalan dengan Astacita pemerintah, yang bertujuan melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi serta meningkatkan nilai tambah dalam negeri, khususnya di sektor ekosistem emas,” kata Hery.
Menurut Hery, transformasi BSI dilakukan sejak bank itu didirikan pada tahun 2021. Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, transformasi BSI mencakup sejumlah aspek integrasi sistem, digitalisasi, ekspansi bisnis, dan inovasi layanan keuangan syariah.
Prabowo sangat berterima kasih, proses persiapan BSI untuk menjadi bank emas syariah yang memakan waktu lebih dari empat tahun. Inisiatif ini bertujuan untuk menjaga cadangan emas Indonesia tetap berada di dalam negeri dan mengoptimalkan ekosistem komoditas emas nasional.
Saat ini, BSI telah mengantungi izin pelaksanaan bank emas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Surat OJK No. S-53/PB.22/2025 pada 12 Febreuari 2025. Izin itu, menurut Hery, mencakup dua kegiatan usaha utama, yaitu Penitipan Emas dan Perdagangan Emas.
Selain itu, BSI juga memiliki izin untuk kegiatan usaha lainnya, seperti Pembiayaan Emas dan Penyimpanan Emas. Produk bank emas ini akan melengkapi ekosistem emas BSI yang telah ada, seperti Gadai Emas, Cicil Emas, dan Tabungan E-mas, dengan total emas kelolaan saat ini sekitar 17,5 ton.
“Produk bank emas BSI dirancang secara inklusif dan digital untuk memberikan akses kepada masyarakat, baik yang baru memulai investasi maupun yang sudah berpengalaman,” jelas dia.
Era Liberalisasi
Di Indonesia, transformasi dimulai sejak era liberalisasi perbankan pada tahun 1983, ketika pemerintahan Presiden Soeharto membuka keran kebebasan lebih kepada bank di dalam negeri untuk menentukan suku bunga. Saat itu, pemerintah menerbitkan paket deregulasi suku bunga dan kredit, sehingga bank makin fleksibel menetapkan kebijakan kredit.
Langkah-langkah perbaikan terus dilakukan, dimana pada tahun 1988, pemerintah melakukan liberalisasi secara besar-besaran, perizinan bank baru lebih mudah, termasuk bank swasta dan asing. Kebijakan itu dikenal dengan istilah Pakto 88.
Seiring bergulirnya waktu, krisis kepemimpinan yang terjadi di negeri ini berdampak terjadinya kontraksi dalam perekonomian nasional. Krisis moneter pada periode 1997-1998 yang mengguncang perekonomian Indonesia mengakibatkan banyak bank kolaps sehingga memicu restrukturisasi perbankan nasional.
Pada tahun 1999, pemerintah akhirnya membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertugas untuk mengawasi perbankan pasca krisis.
Bank Indonesia, pada tahun 2004 mulai menerapkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) untuk memperkuat industri perbankan.
Ketika terjadi krisis global pada 2008, perbankan akhirnya meningkatkan efisiensi dan adopsi teknologi digital. Akhirnya, mulai 2010 digitalisasi inklusi keuangan mulai diterapkan di Indonesia seiring munculnya Fintech dan perbankan digital pada 2016. Perbankan digital ditandai kemunculan dompet digital seperti GoPay, OVO, dan Dana.
Selain itu, bermunculan bank digital tanpa kantor cabang fisik seperti Jago, SeaBank, Bank Aladin Syariah, dan Line Bank.
Di sisi lain, bank konvensional juga bertransformasi dengan aplikasi digital seperti Livin’ by Mandiri, BRImo, BYOND by BSI, BCA Mobile, dan OCTO Mobile CIMB Niaga.
Transformasi Digital
Pandemi Covid-19 yang melumpuhkan sendi-sendi perekonomian nasional, mempercepat transformasi digital perbankan nasional. Pada tahun 2021, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memutuskan untuk menggabungkan (merger) tiga bank syariah BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI).
Transformasi perbankan di Indonesia terus berkembang dari deregulasi hingga era digitalisasi. Tahun 2025 menandai era baru perbankan nasional, menyusul diluncurkannya bank emas syariah sebagai bagian dari diversifikasi industri perbankan nasional.
Hery Gunardi yang kini menempati posisi direktur utama Bank Syariah Indonesia, disebut-sebut memainkan peran penting dalam transformasi BSI menjadi bank emas syariah pertama di Indonesia. Bank yang awalnya hanya menawarkan layanan emas, seperti cicil emas dan gadai emas, kini menjadi bank emas syariah.
Hery mengaku bahwa porsi bisnis logam mulia tersebut masih terbatas, dengan nilai transaksi maksimal sebesar Rp 250 juta untuk setiap layanan. Dengan inisiatif bank emas, BSI kini dapat memperluas layanan emasnya di bawah payung kegiatan usaha bulion.
Nasabah dapat melakukan jual beli emas, menyimpan emas dengan skema kustodian, serta menjadikan emas sebagai jaminan atau dasar untuk pembiayaan.
Kehadiran BSI sebagai bank emas syariah pertama di Indonesia, kata Hery, akan menjadi pengubah permainan (game changer) dalam menyediakan diversifikasi instrumen investasi syariah yang aman dan mudah diakses. Saat ini, omzet bisnis emas BSI mencapai Rp 28,7 triliun, dengan potensi volume transaksi setara 250 ton hingga lima tahun ke depan.
“Potensi emas yang beredar di masyarakat mencapai sekitar 1.800 ton. Dengan adanya bank emas, BSI berharap dapat memanfaatkan potensi ini untuk meningkatkan inklusi masyarakat dalam berinvestasi emas sesuai dengan prinsip syariah,” kata Hery.
Di bawah kepemimpinan Hery, BSI berkomitmen untuk terus berinovasi dan menyediakan layanan perbankan syariah yang komprehensif, termasuk melalui pengembangan layanan bank emas, guna memenuhi kebutuhan investasi masyarakat Indonesia. (Novy Lumanauw)