BRIEF.ID – Branding universitas harus dikaitkan dengan seberapa tinggi manfaat yang telah diberikan dan dirasakan para stakeholders, termasuk alumninya.
Hal itu disampaikan Prof Amalia E. Maulana PhD saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Peranan Alumni ‘Soulmate’ dalam Branding Universitas: Mengukur Alumni Connectedness Sebagai Prakiraan Minat Berkontribusi Kepada Almamater, ” pada pengukuhan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Pemasaran BINUS University, pada 31 Juli 2023.
Pengukuhan Prof Amalia sebagai Guru Besar ke-25 yang dikukuhkan BINUS University digelar Auditorium BINUS, Kemanggisan, Jakarta. Upacara pengukuhan dipimpin Ketua Senat sekaligus Rektor BINUS University Prof Dr Ir Harjanto Prabowo MM dan dihadiri Dewan Guru Besar Binus University, Guru Besar tamu, pimpinan Bina Nusantara, dan keluarga.
Prof Amalia meraih gelar PhD dari School of Marketing Universitas of New South Wales. Gelar Master diraihnya dari IPMI dan Monash/Mt Eliza Business School, dan gelar sarjana dari IPB University.
Ia mengatakan, mengelola branding universitas lebih kompleks dibandingkan mengelola branding produk dan jasa biasa. Tingkat kompleksitasnya, kata dia, menyerupai branding korporasi, di mana institusi memiliki banyak stakeholders, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Golden Alumni
Perhatian dan prioritas universitas kepada alumni, lanjutnya, masih lebih fokus pada pencarian dan pendataan alumni sukses, yang bisa dikategorikan sebagai “Golden Alumni.”
Golden Alumni yang dicatat di database universitas biasanya merupakan alumni yang kaya, punya jabatan tinggi atau populer. Terlebih lagi, apabila alumni adalah selebritas. Mereka langsung dikategorikan sebagai alumni yang resourceful, karena sesuai target balas budi. Mereka kerap dijadikan Golden Alumni.
“Namun dari hasil penelitian saya dan team seputar alumni dengan metode ethnography, mendapati bahwa tidak semua alumni yang masuk daftar “alumni sukses atau Golden Alumni” — berminat dan bersedia berbagi dengan universitas. Ini disebabkan karena para Golden Alumni memiliki kedekatan emosional yang berbeda-beda dengan universitasnya,” jelas dia.
Dalam penggalian studi etnografi (Maulana & Mulyati, 2023), ditemukan bahwa Connectedness atau sebuah multi-dimensional variable, mampu menangkap kompleksitas hubungan antara alumni dan almamaternya. Variabel ini terdiri atas 3 komponen, yaitu Relatability, Dependency, dan Sense of Community sehingga mampu menangkap kompleksitas alumni-almamater relationship.
Pertanyaan selanjutnya, kata Prof Amalia, adalah bagaimana cara membangun connectedness agar tercipta alumni soulmate? Maulana et al. (2023) telah melakukan modelling untuk melihat kaitan antara faktor-faktor yang menjadi prakiraan alumni connectedness ini, sekaligus membangun hubungan dengan kepuasan alumni dan minat untuk berkontribusi.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, jelas dia, ada empat faktor yang harus diperhatikan yaitu, informativeness, responsiveness, rekognisi, dan personal brand contact point yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan alumni.
“Dari keempat faktor ini, ternyata Informativeness menjadi faktor utama bagi kepuasan alumni. Kemudian diikuti dengan responsiveness, personal brand contact point dan rekognisi,” ungkap Prof Amalia.
Pada kesempatan itu, Prof Amalia menutup orasinya dengan menyampaikan pentingnya pembinaan Alumni Soulmates untuk branding universitas.
Dikatakan, dibutuhkan tim khusus untuk memperhatikan mereka agar tidak merosot menjadi teman biasa. Universitas perlu mengelola pengalaman mahasiswa agar hubungan dengan almamater tetap kuat.
“Pengalaman menyenangkan sebagai mahasiswa akan membentuk koneksi jangka panjang. Para faculty member di BINUS dan universitas lain dihadapkan pada tugas menciptakan pengalaman yang menyenangkan bagi mahasiswa, sehingga mereka menjadi alumni yang sangat terhubung dengan almamater. Mari bersama menjadi bagian solusi untuk masa depan universitas yang kuat,” kata dia.
No Comments