BRIEF.ID – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan bahwa jual beli pakaian bekas impor atau thrifting berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan, dan ekonomi.
Selain itu, thrifting mempengaruhi keberlangsungan industri di dalam negeri, karena dengan membeli barang bekas akan mengurangi permintaan produsen dan brand pakaian. Industri yang terdampak transaksi ilegal ini yaitu pabrik, toko ritel, dan para pekerja di keseluruhan rantai pasok di industri pakaian.
“Meskipun terlihat sebagai bentuk konsumsi yang ramah lingkungan, tetapi thrifting memiliki dampak negatif pada kesehatan, lingkungan, dan ekonomi,” kata Arsjad melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (20/3/2023).
Arsjad mengatakan, persoalan jualbeli pakaian bekas telah menjadi tren di kalangan masyarakat Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Meski terlihat sebagai salah satu bentuk transaksi jual beli ramah lingkungan, berdasarkan prinsip menggunakan kembali (reuse), thrifting sangat merugikan perekonomian.
“Terkadang, masyarakat membeli barang bekas hanya untuk memenuhi keinginan tanpa mempertimbangkan kebutuhan. Hal ini menyebabkan munculnya lebih banyak sampah yang harus diolah dan mengonsumsi sumber daya yang tidak diperlukan,” jelas dia.
Sejak tahun 2015, kata Arsjad, pemerintah telah melarang praktik impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/2015.
“Artinya, selama ini thrifting atau jual beli pakaian bekas impor adalah sebuah transaksi jual beli yang ilegal karena pakaian bekas impor dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor karena terkait aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,” ujar dia.
Arsjad mengatakan persoalan jual beli pakaian bekas impor ilegal tidak hanya terjadi di Indonesia, juga di negara-negara lain, seperti di Kenya dan Cile. Di Kenya, masuknya pakaian bekas impor ilegal secara drastis mengurangi jumlah tenaga kerja pada industri tekstil.
No Comments