Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara

June 28, 2024

BRIEF.ID – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dituntut pidana 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan tahun. Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Emirsyah Satar sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” kata  jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat  dikutip Antara, Jumat (28/6/2024).

Emirsyah juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar US$ 86.367.019. Jika uang pengganti tidak dibayar sebulan setelah putusan inkrah, harta bendanya dapat disita dan dilelang jaksa atau diganti pidana penjara empat tahun.

“Apabila terpidana membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari kewajiban pembayaran dari uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban membayar uang pengganti,” ujar jaksa.

Tidak Mendukung Pemerintah

Menurut jaksa, Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hal-hal yang memberatkan, kata jaksa, dalam menjatuhkan tuntutan terhadap Emirsyah, yaitu perbuatannya tidak mendukung pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi.

“Perbuatan Terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara yang cukup besar. Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” sambung jaksa.

Sementara itu, hal yang meringankan ialah Emirsyah dinilai bersikap sopan dalam persidangan.

Dalam perkara ini, Emirsyah dinilai terbukti secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia kepada mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo yang juga menjadi terdakwa.

Rencana pengadaan armada yang sejati-nya rahasia perusahaan, kemudian diserahkan kepada pabrikan Bombardier. Emirsyah dinilai terbukti mengubah rencana kebutuhan pengadaan pesawat dari 70 kursi menjadi 90 kursi, tanpa terlebih dulu ditetapkan dalam rencana jangka panjang perusahaan.

Ia juga diyakini memerintahkan bawahannya untuk mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tanpa persetujuan dewan direksi.

No Comments

    Leave a Reply