Jelang Pemilu 2024,Bawaslu Ajak Pemuka Agama Cegah Hasutan Kebencian dan Penyebaran Hoaks

January 20, 2023

BRIEF.ID –   Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengajak para pemuka agama untuk bergotong-royong mengawasi dan mencegah terjadinya hasutan kebencian serta penyebaran  berita bohong jelang Pemilu 2024.

Anggota Komisioner Bawaslu, Totok Hariyono mengatakan Bawaslu membutuhkan bantuan  berbagai komponen masyarakat agar pemilu 2024 bebas dari hasutan kebencian dan hoaks sehingga   tercipta  Pemilu  2024 yang lebih sehat, terpercaya, dan legitimatif.

“Upaya pencegahan tidak dapat terlaksana dengan maksimal jika gotong rotongnya tidak maksimal atau masih kurang,” kata Totok saat menjadi pembicara pada  diskusi bertema “Urgensi dan Strategi Melawan Hasutan Kebencian dan Berita Bohong Menjelang Pemilu 2024”  yang diselenggarakan Pusat Studi Agama dan Demokrasi (Pusad) Paramadina dan Mafindo di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Totok menjelaskan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 280 ayat (1) huruf C telah mengatur larangan bagi pelaksana, peserta dan tim sukses dalam berkampanye diantaranya terkait dengan hasutan dan ujaran kebencian. Bunyinya,  yakni setiap pelaksana, peserta dan tim sukses dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain.

Pada huruf d, kata dia, memuat larangan menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat dan pada huruf e mengatur larangan kampanye yang mengganggu ketertiban umum.

Pelanggaran terhadap Pasal 280 ayat (1) huruf c, d dan e tersebut akan dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 521 UU Pemilu.

“Berkaitan dengan hasutan dan ujaran kebencian ini ada sanksi pidananya,” ujarnya.

Pada  kesempatan itu, Totok menegaskan pemilu merupakan alat untuk mencari  pemimpin bangsa yang berkarakter dan berpikiran negarawan. “Jangan sampai ada pemilu, lalu panas-panasan, pelintir-pelintiran. Jangan sampai itu terjadi, karena demokrasi bukan alat pemecah belah bangsa,” jelasnya.

Diskusi yang diadakan Pusad Paramadina dan Mafindo, dihadiri perwakilan organisasi keagamaan,  seperti Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Muslimat NU, Muhammadiyah, dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

No Comments

    Leave a Reply