Tahun Pemulihan Ekonomi 2022, Market Tanah Air Semakin Optimistis

June 6, 2022

Jakarta, 06 Juni 2022 –Pasar modal di Tanah Air dinilai semakin optimistis pada tahun pemulihan ekonomi 2022. Hal itu tak terlepas dari kondisi ekonomi domestik yang kian pulih pasca krisis akibat pandemi Covid-19 dan Indonesia mendapatkan rating satu tingkat di atas investment grade sehingga semakin menarik untuk tujuan investasi.

Praktisi pasar modal Vicella Tjhin memaparkan faktor-faktor yang mendorong optimisme tersebut. Salah satunya yakni tingkat inflasi yang terjaga di kisaran 3,5%, masih di bawah konsensus yaitu 3,6%.

Bahkan, kata dia, dibandingkan dengan rerata inflasi Indonesia selama 25 tahun terakhir yang sekitar 8,9%, persentase tersebut tergolong kecil. Persentase itu pun masih sesuai dengan apa yang dicanangkan oleh pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) yaitu 3 plus minus 1.

“Kalau selama masih dalam range itu seharusnya masih oke. Kalau inflasi masih dalam batas-batas yang bisa diterima oleh pemerintah, oleh seperti yang dicanangkan pemerintah itu harusnya masih bagus untuk pertumbuhan. Karena pertumbuhan ekonomi kita paling 5%-6%. Kalau inflasi di atas itu sudah tidak bagus. Dan rata-rata inflasi ini di dunia 9,2% ya sampai bulan April kemarin,” ujarnya dalam acara Investment Talk bertema “Market di Persimpangan Tren” yang diselenggarakan secara daring oleh D’ORIGIN Financial & Business Advisory bekerjasama dengan IGICO Advisory pada Minggu (5/6/2022).

Kemudian dengan tingkat inflasi terjaga, BI pun masih menetapkan suku bunga di 3,5%. Bahkan persentase itu sudah bertahan 15 bulan sejak Februari 2021. Persentase suku bunga itu pun menjadi yang terendah.

Di sisi lain langkah Bank Indonesia menaikkan giro wajib minimum menurutnya sebagai strategi tepat ketika tren inflasi global meningkat. Hal itu membuat likuiditas di masyarakat tidak berlebihan.  Seperti Juni ini, giro wajib minimum yang tadinya 5% dinaikan menjadi 6%. Sedangkan pada Juli akan dinaikan lagi menjadi 7,5%. Hingga September nanti targetnya menjadi 9%.

Faktor berikutnya adalah Indonesia mendapatkan rating satu tingkat di atas investment grade. Hal itu menjadi acuan fund manager asing berinvestasi di Indonesia. Hal itu terlihat dari dana asing yang masuk lagi dalam jumlah besar pasca momentum Lebaran.

BI mencatat dana asing masuk ke pasar keuangan Indonesia mencapai Rp10,37 triliun pada periode 30 Mei-2 Juni 2022. Rinciannya, melalui pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp5,94 triliun dan pasar saham ada sebanyak Rp4,43 triliun.

“Untuk tujuan investasi Indonesia masih menarik. Jadi kadar ekonominya masih bagus. Makanya kita lihat dana asing juga mulai masuk lagi walaupun sempat kemarin keluar waktu Lebaran. Tapi sekarang sudah mulai masuk lagi. Karena mereka melihat ada potensi,” ujarnya.

Selain itu, soal nilai tukar rupiah. Menurut Vicella di tengah kondisi ekonomi dunia yang menghadapi ketidakpastian karena konflik geopolitik di Eropa, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) tergolong kecil yaitu 2,09%. Sementara beberapa mata uang negara-negara maju melemah cukup tajam seperti yen Jepang 9,46%, dan Yuan China 5,12%.

Dalam kesempatan yang sama VP Samuel Sekuritas Indonesia Muhamad Alfatih menyampaikan optimisme yang sama. Di antaranya terlihat dari harga komoditas yang jauh lebih baik dari 2021. Alfatih pun mengamini Vicella atas stabilnya rupiah.

“Tapi yang pasti adalah bahwa kurs kita lebih kurang sama dengan di tahun yang lalu. Sedangkan dari komoditas ini sudah di harga tertinggi sejak 2014. Yang bisa kita ambil di sini adalah bahwa harga rata-rata komoditas itu tahun ini masih jauh lebih baik dibanding tahun 2021,” ujarnya. Dia pun mencermati Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus menguat setidaknya sejak 2017. Sehingga pihaknya menargetkan IHSG tahun ini mencapai kisaran level 7.360-7.450.

Saham Pilihan

Di sisi lain Alfatih pun memberikan rekomendasi saham-saham yang layak dikoleksi. Daftar ini berdasarkan 100 Saham pilihan secara fundamental oleh tim riset Samuel Sekuritas, lalu disaring berdasarkan metode Tom Dorsey yang sudah proven diterapkan pada ETF di Nasdaq. Metode ini dinamakan Super STAR, di aplikasi Trading online Samuel Sekuritas.

Dimulai dari SMDR dengan target di level 4.350 sampai 4.900. Sementara batas risiko terdekatnya di level 3.625. Kemudian FILM yang masih punya potensi upside dengan target teoritis terdekat di level 1.730-1.830.

PTBA pun dinilainya menjanjikan dengan target harga di level 4.750-5.000. Selanjutnya adalah AGII dengan target di level 2.450-2.600. STAA menurutnya harga sedang konsolidasi dan selama bertahan di atas 1.060, maka masih berlanjut kearah 1.160-1.240.

AMRT pun layak diapresiasi di mana harga sedang konsolidasi di area resistance dengan batas risiko terdekat di level 1.740 dan target harga 1.950- 2.000 kemudian bisa mencapai level 2.150. Kemudian ITMG yang memiliki target harga di level 38.200-43.000.

Terakhir adalah ADRO yang menurut Alfatih harga sahamnya sedang di level resistance. Namun jika bisa menembus dan bertahan di atas 3.290, maka target kenaikan bisa mencapai level 3.770-3.950, lalu tak mustahil menembus 4.400.

Dalam kesempatan tersebut hadir pula founder Komunitas Saham Syariah Asep M. Saepul Islam atau akrab disapa Mang Amsi. Menurutnya, tren optimisme hadir pula di saham syariah, yakni bursa Indonesia menempati peringkat pertama di Asia dan Asia Pasifik.

“Kapitalisasi pasar dari saham syariah itu mendekati 50% sekitar Rp4.300 triliun dan jumlah sahamnya itu ada 483 secara keseluruhan,” kata dia.

Mang Amsi menjabarkan data bahwa Jakarta Islamic Index (JII) mengalami pertumbuhan secara year to date sebesar 9,57%. Sedangkan Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) bertumbuh 10,73%. Positifnya saham syariah, lanjut dia, terlihat pula dari sisi investornya yang mengalami peningkatan, di mana pada 2021 menembus 100.000 investor.

Dia pun merekomendasikan beberapa saham pilihan karena kinerjanya sepanjang kuartal I/2022 yang positif dan diproyeksikan akan mampu mempertahankan pertumbuhan melalui momentum pemulihan ekonomi. Yaitu ADRO, UNTR, TAPG, DMAS, MNCN dan BRIS.

No Comments

    Leave a Reply