Digitalisasi Buku dan Naskah, Ancam Eksistensi Ilmu Sosial-Humaniora?

March 19, 2019

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (TIK) yang begitu cepat sangat berdampak secara signifikan terhadap eksistensi perpustakaan. Tuntutan kemudahan akses informasi yang serba instan, terbuka, dan mudah diakses menjadi sebuah tantangan perpustakaan yang harus tanggap mengenai trend TIK, mengingat telah memasuki era revolusi 4.0.

Dalam sebuah diskusi publik yang bertemakan “Transformasi Perpustakaan di Era Revolusi Industri 4.0” yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kemarin (18/3), bahwa banyak yang mengira digitalisasi buku dan naskah merupakan sebuah ancaman eksistensi ilmu sosial dan humaniora pada masyarakat. Namun, Peneliti Pusat Penilitian Kewilayahan mengungkapkan bahwa ada dua pandangan yang mencoba menjawab hal tersebut.

“Pertama, sifat penelitian dan kerja ilmu sosial dan humaniora berbeda dengan kerja teknologi digital. Ilmu sosial dan humaniora bersifat reflektif sementara itu pendekatan teknologi bersifat linear dan mengikuti tahapan-tahapan yang rasional. Kedua, sifat ilmu sosial dan humaniora yang reflektif dan sifat teknologi digital yang rasional bukan tidak mungkin disatukan dalam kerangka kerja yang sama. Dengan catatan, ilmu sosial-humaniora mulai memikirkan persoalan-persoalan sosial dan humaniora yang bisa ditarik dari keberadaan data digital yang bersifat masif (big data).” Ujar Fadjar Ibnu Thufail

Lebih lanjut, digitalisasi sumber data ilmu sosial-humaniora amat sangat tidak mengancam keberadaan ilmu sosial-humaniora. Namun, ilmu sosial-humaniora dituntut untuk bisa mengembangkan tema kajian reflektif dengan memanfaatkan data digital.

Hendro Subagyo, Pelaksana tugas Kepala Pusat Dokumentasi dan Data Ilmiah LIPI menambahkan, bahwa digitalisasi koleksi di Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) LIPI sudah berjalan sejak 2009 lewat digitalisasi jurnal dalam negeri yang disimpan dan dapat diakses publik.

“Saat ini telah terkumpul metadata sebanyak 382.568 artikel dari 14.801 jurnal ilmiah,” ujarnya

Di sisi lain, PDDI LIPI pun membuka peluang dengan berbagai pihak untuk percepatan digitalisasi karya ilmiah atau hasil penelitian.

“Kolaborasi kita harus ditingkatkan tidak hanya dilevel kerjasama yang sifatnya kebijakan politik dan sebagainya, tapi sampai level data,” tambahnya

Sebagai informasi, Diskusi Publik juga menghadirkan narasumber Direktur Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) Jakarta, Marcus Wilhelmus Bellen, yang dikenal sebagai Marrik Bellen dan Yogi Hartono, Digital Aset Manager CNN Indonesia.

No Comments

    Leave a Reply